TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan umat Islam saat ini terpecah karena berbeda pilihan politik. Ia ingin menjadi penengah dalam perpecahan itu. “Saya ingin mengambil sisi penengah dan perantara,” kata Din seusai menghadiri acara HUT Korps Alumni HMI, di Gedung Nusantara IV, DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 21 September 2018.
Din pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, organisasi massa Islam terbesar, yang memiliki khittah tidak terlibat dalam politik kekuasaan. “Maka saya harus bersifat netral.” Sekarang pun, Din juga masih memimpin Muhammadiyah tingkat ranting.
Baca:Din Syamsuddin Mengundurkan Diri dari Posisi Utusan Presiden
Ia merasa harus menjadi penengah perpecahan umat agar kepercayaan terhadap organisasi Islam dapat terjaga. Karena itu Din melepaskan jabatannya sebagai utusan khusus presiden untuk dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban. Ia sudah melayangkan surat untuk Presiden Jokowi, Jumat kemarin. Ia sengaja mengundurkan diri kemarin karena Jokowi telah resmi mendapatkan nomor urut untuk kontestasi pilpres 2019.
Din mengatakan meskipun jabatan utusan tidak termasuk jabatan politik praktis, tetapi memiliki konotasi yang rentan disalahpahami. Frasa “utusan presiden”, menurut dia, dapat memunculkan dugaan bahwa ia lebih dekat dengan kubu Jokowi.
Baca: Din Syamsuddin: Ulama Mendukung Capres ...
Din pun mengaku sudah menolak ajakan kubu Jokowi untuk bergabung dengan tim pemenangan. Meski begitu ia mengaku mengenal dekat kedua kubu.
Hubungan Din Syamsuddin dengan Jokowi jelas terbangun selama hampir setahun menjadi utusan khusus. Sedangkan relasinya dengan Prabowo terbentuk saat ia menjabat sebagai direktur Center for Policy and Development Center (CPDS). Mereka sering bersinggungan karena salah satu programnya mendekatkan cendekiawan muslim yang ia bawahi, dengan pasukan ABRI.