TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membuka kemungkinan menjerat Partai Golkar sebagai tersangka jika terbukti ikut menerima aliran dana dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Baca juga: Golkar: Eni Saragih Belum Laporkan Penggunaan Dana Munaslub
"Kami sudah menyentuh korporasi kalau dalam hal perusahaan. Tinggal nanti melihat fakta, data dan alat bukti. Apakah kemudian memang memungkinkan. Jadi kami selalu lihat tadi, datanya ada enggak, alat buktinya ada enggak," kata Agus di gedung KPK, Jakarta Selatan pada Kamis, 20 September 2018.
Penetapan Golkar yang merupakan sebuah organisasi berbadan hukum bisa dilakukan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo, dan mantan Menteri Sosial dan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham.
Eni Saragih dan Idrus Marham diduga bersama-sama menerima uang sebesar Rp 6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Eni mengaku sebagian dari Rp 2 miliar yang dirinya terima dari Kotjo digunakan untuk keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada Desember 2017.
Baca juga: Pengurus Golkar Kembalikan Uang Dugaan Suap PLTU Riau-1 ke KPK
Belakangan Eni telah mengembalikan uang sejumlah Rp 500 juta. Sementara itu, pengurus Partai Golkar juga mengembalikan uang sejumlah Rp 700 juta kepada KPK. Uang itu menjadi alat bukti dalam kasus dugaan suap proyek milik PT PLN senilai US$900 juta.
KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi dari Golkar dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Mereka yang telah diperiksa mantan Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar Setya Novanto, putra Setnov Rheza Herwindo, dan Ketua Fraksi Golkar Melchias Marcus Mekeng.