TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Legal Roundtable (ILR) mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim. RUU JH itu sudah disepakati untuk dibahas pemerintah dan DPR sejak Desember 2016.
Peneliti ILR Indra Lesmana mengatakan penyelesaian RUU Jabatan Hakim bisa menjawab permasalahan terkait perekrutan hakim. Sebab, dalam RUU tersebut tercantum konsep pembagian tanggung jawab agar tercipta proses mengawasi dan mengimbangi dengan lembaga negara lainnya.
Baca: Pemerintah dan DPR Sepakat Lanjutkan Pembahasan RUU Jabatan Hakim
Menurut Indra, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial masih berseberangan terkait kewenangan rekrutmen calon hakim. "MA menerapkan mekanisme satu atap lantaran tak ingin pihak eksternal mengintervensi penerimaan hakim," kata dia di Akmani Hotel, Jakarta, Rabu, 19 September 2018.
Sementara KY, kata Indra, merasa harus terlibat untuk menjamin dan menegakkan independensi kekuasaan kehakiman, menjaga kehormatan hakim, dan menegakkan akuntabilitas peradilan.
Baca: Komisi Hukum: Kasus Patrialis Pengaruhi RUU Jabatan Hakim
Menurut Indra, keinginan KY bukan tanpa alasan. Perekrutan hakim yang dilakukan MA dengan mekanisme satu atap tak efektif. ILR merujuk pada laporan Tempo mengenai dugaan pungli oleh pegawai pengadilan saat rekrutmen hakim.
Pegawai pengadilan tersebut menawarkan bantuan untuk mengatrol nilai tes kompetensi bidang dengan biaya Rp 600-650 juta per kursi calon hakim. "Ini merupakan implikasi atas pengebirian peran lembaga eksternal seperti KY dan partisipasi publik dalam proses rekrutmen hakim di lingkungan MA," ujar Indra.