TEMPO.CO, Makassar - Dua warga Indonesia asal Sulawesi Barat diduga menjadi sandera kelompok bersenjata di wilayah perairan Pulau Gaya Semporna Sabah, Malaysia, Selasa 11 September 2018. Kedua warga itu bernama Samsul (38 tahun/kapten kapal Dwi Jaya Sakti), dan Hamdan (38 tahun/tekhnisi mesin).
Baca juga: Lima WNI Sandera Abu Sayyaf Berada di Sulu
“Saya tahu suami saya disandera Selasa subuh,” kata istri korban Hamdan, Julianti kepada Tempo melalui telepon, Jumat 14 September 2018.
Perempuan berusia 31 tahun menjelaskan bahwa awalnya mendapat informasi dari salah satu anak buah kapal (ABK) bernama Ugi. Dia yang memberikan informasi melalui telepon. Menurutnya ABK tersebut selamat lantaran bersembunyi. “Tapi saya tak tahu dua orang ABK itu sembunyi dimana,” kata warga Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat.
Ia mengaku suaminya disandera bersama temannya (Samsul) saat sedang persiapan kerja. Hamdan berangkat ke Malaysia sejak akhir Februari lalu. “Yang saya tahu sementara packing di kapal besar,” ucap dia. Dan saat ini kata Julianti, Kementerian Luar Negeri Indonesia berupaya menyelamatkan kedua orang yang disandera tersebut.
Hal senada dikatakan istri Samsul, Fitriani 28 tahun. Dia mengungkapkan dirinya juga mengetahui suaminya disandera kelompok bersenjata dari temannya yang berada di kapal pada Selasa dinihari lalu. Namun awalnya Fitriani tak yakin jika itu suaminya, sebab orang yang memposting status di media sosial Facebook adalah ABK baru. “Saya kira kapal lain, saya tak kenal ABK karena baru. Tapi dia tag beberapa ABK yang saya kenal,” kata Fitriani.
Warga Kecamatan Sendana Kabupaten Majene Sulawesi Barat ini semakin yakin jika suaminya tersandera setelah mendapat telepon dari temannya. “Temanku yang disana (Malaysia) nelpon kalau bapaknya dan teman satu (Hamdan) tak ada di kapal,” ucap Fitriani.
Baca juga: Hindari Penangkapan, Abu Sayyaf Pisahkan Sandera Indonesia
Hingga kini ia mengaku belum ada informasi lagi terkait perkembangan penyanderaan dua warga Sulawesi Barat itu. Teman satu kapalnya juga bingung. “Sampai sekarang masih dalam pencarian, dan tak ada komunikasi lagi,” ucap dia. Fitriani menambahkan bahwa suaminya sudah bekerja di Malaysia sejak 15 tahun lalu.
Kapal tempat suami Fitriani bekerja adalah milik Malaysia, yang khusus melakukan penangkapan ikan di wilayah Malaysia. “Kemenlu sempat telepon dan bilang sabar, dan masih menunggu kabar dari Malaysia,” ucap dia. Kedua keluarga korban ini berharap kepada pemerintah agar bisa meloloskan suaminya yang menjadi sandera kelompok bersenjata.