TEMPO.CO, Jakarta - Bayi malang yang terlahir dengan kondisi cyclopia atau kondisi mata tunggal dan hidung hilang di Mandailing Natal, Sumatera Utara akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Baca juga: Atasi Iritasi Kulit Bayi dengan Ekstrak Bunga Kalendula
Bayi itu hanya mampu bertahan hidup selama 8 jam sejak dilahirkan pada Kamis 13 September 2018 pukul 15.30 WIB di RSUD Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Kabar meninggalnya buah hati kelima ibu berinisial S tersebut dikonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Syarifuddin Nasution.
“Iya sudah meninggal. Meninggalnya sekitar jam sebelas kurang lima atau sepuluh menit gitu,” ujar Syarifuddin Nasution saat dihubungi via telepon seluler pada Jumat dinihari, 14 September 2018.
Bayi ini terlahir dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Hanya terdapat satu mata di kening dan hidungnya pun tak ada.
Warna kulit bayi saat lahir pun disebut Syarifuddin berwarna biru. Bayi itu juga tidak menangis seperti bayi kebanyakan setelah dilahirkan.
Syarifuddin mengatakan laporan dari dokter, sang ibu bayi masih belum bisa diminta keterangannya terkait kelahiran sang bayi karena masih terlihat terpukul.
“Psikologis ibunya juga tampak masih terganggu. Sedih sekali beliau nampaknya. Jadi kita belum tau bagaimana kesehariannya selama mengandung,” kata Syarifuddin.
Baca juga: Ketahui Pentingnya Fase Merangkak untuk Pertumbuhan Bayi
Sempat terdengar kabar bahwa bayi itu diduga tercemar merkuri karena sang iu bekerja di tambang emas. Namun Syarifuffin mengatakan dugaan tersebut dianggap sangat kecil.
Dirinya lebih condong menduga sebab kondisi yang menurutnya baru terjadi tujuh kali di dunia tersebut akibat virus. Atau bisa kemungkinan lain akibat dari obat-obatan yang mungkin saja dikonsumsi ibunya selama proses mengandung. Dua faktor tersebut diasumsikan lebih mungkin terjadi dibandingkan pengaruh merkuri sebagai musababnya.
“Ini juga usaha kita sudah maksimal. Semua dokter sudah sempat membantu. Tapi seperti diawal kami prediksi, kondisi seperti ini sulit untuk diselamatkan,” kata Syarifuddin.