TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia menagih janji Presiden Joko Widodo ihwal upaya penuntasan kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Jokowi pernah menyatakan akan menuntaskannya setelah terjadi insiden penembakan warga sipil di Paniai, Papua.
"Kami garisbawahi satu janji, satu komitmen yang pernah disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo setelah insiden Paniai tersebut bahwa Presiden ingin kasus ini diselesaikan secepatnya agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang," kata Usman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 September 2018.
Baca: Komnas HAM: Pengungkapan Kasus di Aceh Tak Terkait Tahun Politik
Usman pun membeberkan dugaan terjadinya pengerahan kekuatan dan senjata yang berlebihan dari aparat keamanan di Papua. Laporan Amnesty International Indonesia mencatat, terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan yang terjadi di Papua selama Januari 2010-Februari 2018.
Anggota kepolisian tercatat menjadi pelaku dominan, yakni sebanyak 34 kasus, disusul anggota Tentara Nasional Indonesia sebanyak 23 kasus. Adapun sebanyak sebelas kasus lainnya dilakukan oleh aparat gabungan TNI dan Polri, sedangkan satu sisanya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP.
Dari serentetan kasus itu, sebanyak 95 orang meninggal dan 85 di antaranya orang etnis Papua. Fakta berikutnya dari temuan Amnesty ialah bahwa mayoritas kasus pembunuhan oleh aparat keamanan itu tak berkaitan dengan aktivitas politik, seperti tuntutan kemerdekaan atau referendum untuk Papua.
Baca: Rencana Wiranto Bentuk Tim Usut Kasus HAM Berat Dikritik
Dari 69 kasus, hanya 28 kasus yang berkaitan dengan aktivitas politik, sedangkan 41 kasus tak terkait dengan seruan kemerdekaan atau referendum di Papua. Jumlah kasus yang dibawa ke pengadilan pun minim, yakni enam kasus saja.
Usman membeberkan, sebanyak 25 kasus tidak diinvestigasi sama sekali, 26 kasus diinvestigasi tetapi tak dipublikasikan, sedangkan 8 kasus sisanya diselesaikan secara adat. "Biasanya ini menyangkut pemberian materiil tertentu kepada keluarga korban," ujarnya.
Menurut Usman, serentetan fakta ini menjadi bukti tidak adanya mekanisme yang independen, efektif, dan imparsial untuk menangani keluhan warga atas pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan.
Baca: Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama
Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini pun mendesak pemerintah melakukan upaya penuntasan pelanggaran HAM di Papua. Dia meminta pemerintah mengakui adanya pelanggaran HAM yang serius dalam bentuk pembunuhan di luar hukum itu.
Usman juga meminta pemerintah menyusun panduan bagi aparat keamanan untuk mencegah terjadinya kekerasan di tanah Papua. "Presiden ingin tanah Papua menjadi tanah yang damai," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan berjanji akan menanyakan temuan Amnesty yang dilaporkan Usman itu kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian dalam rapat yang akan datang. "Kami akan tanyakan ke Kapolri pada rapat 24 September nanti," kata Trimedya.
Komitmen penuntasan kasus pelanggaran HAM di Papua sebelumnya pernah dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Namun Wiranto berdalih bahwa penuntasan itu terkendala alat bukti. "Misalnya di Pania, ada diduga pembunuhan oleh siapa enggak jelas, tapi dianggap sebagai pelanggaran HAM. Untuk mencari bukti perlu otopsi, tapi di sana otopsi itu tabu, sehingga buktinya kurang," kata Wiranto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 5 September 2018.