TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Al Faraby, mengatakan sikap Partai Demokrat yang seolah bermain dua kaki di pemilihan umum 2019 merugikan diri sendiri. Publik, kata dia, akan membaca bahwa Partai Demokrat tidak memiliki sikap konsisten.
Baca juga: Ferdinand Jelaskan Alasan SBY Absen di Pertemuan Koalisi Prabowo
"Sebagai partai yang secara resmi mendukung Prabowo Subianto - Sandiaga Uno (di pemilihan presiden 2019), Demokrat harus lebih optimal dalam mendukung," katanya di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta, Rabu, 12 September 2018.
Adjie menjelaskan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun depan akan berlangsung secara serentak. Sebabnya Demokrat harus bisa mendapatkan efek elektoral dari dukungannya kepada Prabowo - Sandi.
Jika Demokrat ingin mendongkrak elektabilitasnya, Adjie menyarankan agar tokoh-tokoh sentral seperti SBY dan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mau ikut terjun ke masyarakat untuk mengkampanyekan Prabowo - Sandiaga.
"Harusnya mereka konsisten misalnya, AHY turun berkampanye untuk Prabowo-Sandiaga. Ini akan menguntungkan Demokrat karena orang yang memilih Prabowo - Sandiaga melihat bahwa Demokrat juga bagian dari mereka," tuturnya.
Baca juga: Gerindra: AHY Masuk Juru Kampanye Nasional Prabowo - Sandiaga
Namun andai Demokrat tetap terkesan bermain dua kaki dengan memberikan disepensasi bagi sejumlah kader untuk mendukung pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin, maka partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu tidak akan mendapat apa-apa. Alasannya, kata Adjie, pasangan Jokowi-Ma'ruf sudah terasosiasi kuat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
LSI Denny JA melakukan survei pada 12- 19 Agustus 2018 lewat wawancara tatap muka dengan instrumen kuisioner. Metode yang digunakan yakni multistage random sampling dengan 1.200 responden dan margin of error lebih kurang 2,9 persen.
Berdasarkan survei tersebut, Demokrat diprediksi berada di posisi ke lima dengan perolehan suara 5,2 persen. Mereka kalah dari PKB (6,7 persen), Golkar (11,3 persen), Gerindra (13,1 persen), dan PDIP (24,8 persen).