TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Roy Suryo bertemu dengan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewa Broto. Pertemuan ini membahas pengembalian barang milik negara Kementerian Pemuda dan Olahraga yang diduga dibawa Roy Suryo usai menjabat sebagai menteri di sana.
Baca: SBY Minta Roy Suryo Tuntaskan Polemik Aset Kemenpora dalam 7 Hari
"Para pejabat staf saat Pak Roy Suryo masih menjabat juga ikut dalam pertemuan itu," kata Gatot di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga seusai pertemuan pada Rabu, 12 September 2018. "Mereka tahu persis masalah itu.
Gatot mengatakan pertemuan hari ini masih sebatas pertemuan awal. Ia juga mengatakan dalam pertemuan tersebut Kementerian Pemuda dan Olahraga telah menjelaskan kronologi detail kejadian permintaan pengembalian barang ke Roy Suryo.
Meski demikian, Gatot enggan menjelaskan lebih lanjut substansi pertemuan tersebut kepada awak media. Menurut Gatot, ia merahasiakan substansi pertemuan sebagai bentuk rasa hormatnya pada Roy Suryo.
Gatot mengatakan ke depannya Kemenpora akan menyelesaikan masalah dengan tim kuasa hukum Roy Suryo secara tertulis. Selain itu, ia menuturkan permasalahan Kemenpora dengan Roy Suryo tidak memiliki muatan politik.
Sebelumnya, Kemenpora melalui surat bernomor 513/SET.BIII/V/2018 yang dibuat pada 1 Mei 2018 meminta Roy Suryo, selaku Menteri Pemuda dan Olahraga periode 2013-2014, untuk mengembalikan Barang Milik Negara sebanyak 3.226 unit. Tak ada penjelasan rinci mengenai barang-barang apa saja yang masih dibawa Roy Suryo dalam surat tersebut.
Roy Suryo telah membantah bahwa dirinya membawa pulang barang-barang milik Kementerian setelah ia melepas jabatannya. Menurut dia, kabar tersebut merupakan fitnah untuk menjatuhkan ia di tahun politik.
Simak juga: Roy Suryo Ogah Bicara Aset Kemenpora di HUT Partai Demokrat
“Saya sama sekali tidak membawa aset barang milik negara Kementerian Pemuda dan Olahraga," kata Roy Suryo, Selasa, 4 September 2018. "Saya menduga bahwa ini adalah fitnah untuk menjatuhkan martabat dan nama baik saya di tahun politik."