TEMPO.CO, Makassar - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan kementerian telah menyiapkan tiga langkah agar pelayanan publik tidak terhenti di Kota Malang akibat penetapan tersangka hampir seluruh anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur. “(pelayanan publik) Tak boleh berhenti sedetik pun, pemerintahan harus berjalan,” kata Sumarsono di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 7 September 2018.
Kementerian menyiapkan tiga langkah untuk mencegah kekhawatiran akan berhentinya layanan publik dan pemerintahan di kota itu akibat penetapan tersangka hampir seluruh legislator di kota itu.
Baca:
Anggota DPRD Kota Malang PAW akan Dilantik ...
Calon Anggota DPRD Kota Malang Diproses ...
Berikut langkahnya:
- Mengisi 41 jabatan anggota DPRD Kota Malang melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Gubernur Jatim berjanji ada pelantikan DPRD Malang, Senin pekan depan. “Kalau mulus maka maka proses pemerintahan Kota Malang normal kembali.”IklanScroll Untuk Melanjutkan
Sumarsono mengatakan PAW yang dilakukan bukan dipercepat lagi tapi sangat dipercepat. Sebab surat keputusan yang seharusnya diterbitkan sepekan kini hanya diproses dalam sehari, sehingga Sabtu-Ahad kerja lembur.
- Jika rencana itu tidak berjalan mulus, misalnya ada konflik melalui PAW maka agenda APBD bisa diterbitkan melalui peraturan wali kota yang disahkan gubernur. “Kalau pembahasan APBD mandek atau tak disetujui dalam 60 hari dan ditahan kami gunakan Perwali,” kata Soni. DKI Jakarta dua kali menggunakan peraturan wali kota untuk mengatasi masalah APBD.
- Kemendagri mengawal proses yang dilakukan gubernur dalam penyelesaian persoalan di Kota Malang. Dengan melalui kebijakan baru, payung hukum Permendagri yang disesuaikan pedoman APBD. Ia mengaku siap mempercepatnya sesuai kebutuhan. “Jadi pemerintahan Kota Malang enggak usah khawatir, masyarakat enggak usah khawatir,” ujar Sumarsono.
Baca: Terbukti Korupsi, Gaji Ketua DPRD Kota Malang ...
Pemerintahan Kota Malang terancam lumpuh setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Mereka menerima gratifikasi sebagai imbalan pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015 dari Wali Kota Malang periode 2013-2018, Mochamad Anton.