TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyebut keputusan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu meloloskan bakal calon anggota legislatif eks koruptor sama dengan mengabaikan suara publik. Didi pun mendesak Bawaslu membatalkan keputusan itu.
Baca: Caleg Eks Koruptor Lolos, Bawaslu Dinilai Rusak Kualitas Pemilu
"Tidak ada jalan lain, Bawaslu harus segera membatalkan para caleg koruptor tersebut," kata Didi melalui keterangan tertulis, Sabtu, 1 September 2018.
Didi mengatakan kredibilitas Bawaslu kini terancam dengan adanya keputusan itu. Nama baik lembaga pengawas ini, kata dia, akan menjadi pertaruhan di tengah kecaman dan kekecewaan publik terhadap korupsi.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Demokrat ini sepakat dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi caleg. Menurut dia, masih banyak orang baik lainnya yang layak dan pantas duduk di parlemen.
Menurut dia, lembaga Dewan tak seharusnya dibebani dengan anggota-anggotanya yang merupakan eks terpidana tiga kejahatan di atas. Sebab, kata Didi, DPR masih harus membenahi kinerjanya yang belum baik demi mendapatkan kepercayaan publik.
"Alangkah baiknya jangan ditambah lagi beban dan situasi yang makin menjauhkan dewan dari rakyat," ujar dia.
Baca: KPU Minta Bawaslu Koreksi Putusan Loloskan Caleg Eks Koruptor
Hingga saat ini, Bawaslu tercatat meloloskan lima bakal caleg yang merupakan eks koruptor. Kelima bakal calon ini sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU. Mereka mengajukan sengketa ke Bawaslu yang kemudian diloloskan.
Mereka adalah M Nur Hasan, bacaleg Partai Hanura yang akan maju dari Rembang; bacaleg Pare-pare dari Partai Perindo Ramadan Umasangaji; bacaleg Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Joni Kornelius Tondok yang akan maju di Tana Toraja. Sedangkan, bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah eks koruptor yang diloloskan Bawaslu ialah Syahrial Damapolii dari Sulawesi Utara dan mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh.