TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih diduga selalu memberi laporan kepada mantan Menteri Sosial Idrus Marham tiap menerima uang terkait suap PLTU Riau-1.
Baca: KPK Periksa Idrus Marham untuk Dalami Kasus Proyek PLTU Riau-1
"Eni itu ketika menerima uang, dia selalu lapor ke Idrus Marham. IM mengetahui si Eni itu menerima uang," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat, 31 Agustus 2018.
Alex mengatakan hal itu terungkap melalui bukti komunikasi antara Eni Saragih dan Idrus yang dipunyai KPK. Selain itu, pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, yang juga menjadi tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1, juga mengungkapkan hal sama.
Baca: Idrus Marham Resmi Dicoret dari Pengurus DPP Golkar
Bukti komunikasi Eni Saragih dan keterangan Johannes itu, kata Alex, menjadi alat bukti yang penting bagi KPK saat menetapkan Idrus sebagai tersangka ketiga dalam kasus tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih berusaha menghindari awak media saat bersiap meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan pada Sabtu malam, 14 Juli 2018. Sebelumnya, KPK menangkap sembilan orang, terdiri atas anggota DPR, staf ahli, sopir, dan pihak swasta dalam OTT di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham pada Jumat, 13 Juli 2018. ANTARA.
KPK menduga Idrus dan Eni Saragih menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Idrus diduga mengetahui penerimaan uang oleh Eni dari Johanes Rp 4 miliar pada November-Desember 2017 dan Rp 2,25 miliar pada Maret dan Juni 2018.
Selain itu, KPK menduga Idrus menerima janji atau hadiah senilai US$ 1,5 juta. "Tersangka juga diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Baca: KPK Periksa Lima Saksi untuk Idrus Marham di Kasus PLTU Riau-1
Basaria menambahkan, Idrus juga berperan mendorong proses penandatanganan power purchase agreement atau jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU Riau.
KPK menyangka Idrus Marham melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
TAUFIQ SIDIQ