TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto berkukuh membantah adanya aliran duit proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 ke penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar. “Itu tak ada hubungannya,” kata Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 30 Agustus 2018. “Yang dilakukan pribadi (Eni Maulani Saragih) tak ada hubungannya dengan institusi partai.”
Baca: Airlangga Hartarto Bantah Pernyataan Eni Saragih
Komisi Pemberantasan Korupsi membuka penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam proyek senilai Rp 12,8 triliun tersebut dengan operasi tangkap tangan pada 13 Juli lalu. Saat itu, KPK menetapkan dua tersangka, yaitu Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, sebagai penerima suap; dan Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan pemegang saham BlackGold Natural Resources Limited, sebagai pemberi suap.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih bersiap meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan pada Sabtu malam, 14 Juli 2018. Dari hasil OTT tersebut, KPK menangkap 12 orang dan menyita Rp 500 juta. Uang itu diduga terkait dengan tugas Komisi VII. TEMPO/Fakhri Hermansyah.
Dalam perkembangan pemeriksaan, KPK kemudian menemukan sejumlah petunjuk dan bukti tentang keterlibatan elite Partai Golkar. Hal ini yang kemudian membuat mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar yang sekaligus Menteri Sosial, Idrus Marham, menjadi tersangka. Belakangan, Eni mulai membuka informasi tentang aliran uang Rp 2 miliar ke Munaslub Golkar yang memenangkan Airlangga.
Baca: Uang Suap PLTU Riau-I ke Munaslub Golkar? Setya: Katanya Benar
Menurut Airlangga, ada pembagian waktu yang tak relevan antara proses kerja sama proyek PLTU Riau-1 dan pelaksanaan Munaslub yang digelar Desember tahun lalu. “Kenapa asyik mengganggu Partai Golkar terus?” ujar dia.
Sebelumnya, Eni mengatakan, dia mendapat tugas mengawal proyek PLTU Riau-1 sejak era kepemimpinan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Selanjutnya, dia dikenalkan dengan Kotjo yang memasukkan anak usaha BlackGold, PT Samantaka Batubara, ke dalam konsorsium proyek PLTU Riau-1 yang dipimpin anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pembangkitan Jawa Bali.
Dalam Munaslub, menurut Eni, dirinya sengaja dipilih sebagai bendahara steering committee (SC) untuk membayar semua kebutuhan pelaksanaan acara. Dia kemudian merogoh duit dari fee total proyek PLTU Riau-1 dari Kotjo senilai Rp 4,8 miliar. “Saya hanya petugas partai,” kata Eni.
Baca: Golkar Bantah Ada Aliran Dana PLTU Riau untuk Katering Munaslub
Ketua Organizing Committee Munaslub Golkar, Agus Gumiwang Kartasasmita, membantah pernyataan Eni. Dia mengklaim tak ada sepeser pun uang dari Eni yang digunakan untuk pelaksanaan Munaslub. “Selaku bendahara (Eni) tidak memberikan kontribusi,” kata dia.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyidik masih mendalami semua informasi mengenai aliran duit proyek PLTU Riau-1, termasuk yang mengalir ke Partai Golkar. Menurut dia, penyidik akan menentukan kapan dan siapa yang akan dimintai keterangan atau masuk dalam daftar pemeriksaan.
Baca: Eni Saragih Miliki Bukti Aliran Dana Suap PLTU Riau-1 ke Golkar
Di sisi lain, menurut Febri, penyidik juga akan memanggil kembali Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir sebagai saksi, terutama untuk tersangka Idrus Marham. KPK sudah memeriksa Sofyan sebanyak dua kali. “Tergantung kebutuhan penyidik,” kata Febri. Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, Sofyan diduga mengetahui dan terlibat dalam sejumlah pertemuan—termasuk dengan elite Partai Golkar—dalam pembahasan proyek PLTU Riau-1.
DEWI NURITA | AJI NUGROHO | FRANSISCO ROSARIANS