TEMPO.CO, Jakarta - Pollycarpus Budihari Priyanto menerima Surat Pengakhiran Bimbingan yang diteken Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Bandung, Kementerian Hukum Dan HAM, tertanggal hari ini, Selasa, 29 Agustus 2018 menandai dirinya dinyatakan bebas murni dari vonis pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. “Senang sekali. Gak ada beban lagi,” kata dia di Kantor Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Bandung, Rabu, 29 Agustus 2018.
Baca juga: EKSKLUSIF, Pollycarpus: Silakan Buka Dokumen TPF Munir
Pollycarpus tiba pukul 08.45 WIB di kantor Balai Pemasyarakatan untuk melaporkan diri terakhir kali setelah menjalani pembebasan bersyarat sejak 29 November 2014. Pollycarpus yang mengenakan kemeja dan celana kain hitam, ditemani istrinya Yosepha Hera Indraswari yang mengenakan busana hitam. Keduanya mengendarai kendaraan pribadi, Karimun hitam dengan pelat nomor B 1152 WZB.
Pollycarpus mengaku, dirinya sudah tidak punya ganjalan lagi setelah menjalani hukuman atas kasus pembunuhan Munir yang dituduhkan pada dirinya. “Kita close saja. Lupain semuanya,” kata dia.
Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali kasus pembunuhan Munir menjatuhkan vonis hukuman penjara 14 tahun untuk bekas pilot Garuda Indonesia itu. Pollycarpus sempat menerima remisi dan pengurangan hukuman. “Totalnya 2 tahun (bebas bersyarat), dan 8 tahun (di tahanan). Jadi 10 tahun,” kata Pollycarpus.
Selama masa pembebasan bersayarat, Pollycarpus wajib melapor setiap bulan. Dia mengaku, sempat sekitaran 30 kali melapor di kantor Balai Pemasyarakatan itu selama menjalani Pembebasan Bersyarat. “Saya hitung 30-an kali. Kita sering kontak, kita berada di mana, mau keluar kota, kita mesti lapor,” kata Pollycarpus.
Baca juga: Jokowi Disarankan Bentuk Tim Independen Kaji Data TPF Munir
Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Bandung Hardjani Pudji Astini mengatakan, Pollycarpus resmi bebas murni terhitung hari ini. “Memang sesuai prosedurnya bahwa Pollycarpus berakhir masa bimbingannya pada hari ini, Rabu, tanggal 29 Agustus 2018.
Hardjani mengatakan, selama menjalani masa pembebasan bersyaratnya Pollycarpus sedikitnya sudah melapor 23 kali. “Kalua yang bersangkutan tidak tepat waktu, pasti berkoordinasi dengan PK. Misalnya beliau ada usaha di Papua, pasti berkoordinasi belum bisa melapor. Tapi kalau ke Jakarta atu ke Bandung, pasti melapor,” kata dia.
Menurut Hardjani, selama masa pembebasan bersyarat terebut, Pollycarpus kerap berada di Jakarta, Tanggerang, serta Papua menjalani usahanya.
Baca juga: PTUN Tolak Gugatan Pembebasan Bersyarat Pollycarpus
Pollycarpus dinilainya terhitung kooperatif selama menjalani masa wajib lapor. “Gak masalah, baik-baik saja. Dia memang terlihat seorang terpelajar, sopan-santun, malah sangat besar perhatiannya bahwa dia harus melapor,” kata dia.