INFO NASIONAL - Dalam konstitusi Indonesia, negara menjamin hak setiap warganya untuk dipilih dan memilih. Namun faktanya praktik demokrasi Indonesia sangat mahal, sehingga sosok yang maju dipilih dalam kancah demokrasi Indonesia adalah yang memiliki akses finansial berlebih atau memiliki donatur pengusaha kaya luar biasa.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin mengatakan situasi tersebut memaksa banyak individu yang memiliki kualitas, tapi minim akses finansial akan berpikir seribu kali untuk maju dalam pemilihan. Hal tersebut menimbulkan monopoli demokrasi yang sangat pincang.
Baca Juga:
"Demokrasi yang ditempuh dengan jalan tersebut sangat berpotensi besar rentan. Bahkan sudah terlihat nyata banyak kepala daerah sampai anggota legislatif melakukan tindakan korupsi," katanya setelah acara Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada ratusan guru-guru se-Kota Batu, Jawa Timur, Selasa, 28 Agustus 2018.
Jika keadaan tersebut dibiarkan, kata Mahyudin, akan semakin tidak jelas arah bangsa ini dan akan berdampak pada perilaku rakyat secara keseluruhan. "Menurut saya, demokrasi kita harus dikembalikan lagi kepada demokrasi keterwakilan, sehingga akan membuat biaya demokrasi Indonesia tidak mahal dan membuka kesempatan kepada rakyat yang memiliki kualitas, tapi minim finansial untuk maju dipilih," ujarnya.
Mahyudin menjelaskan, jika pemilihan, misalnya kepala daerah, dilakukan dengan asas keterwakilan oleh DPRD selain biaya akan lebih murah, pengawasan akan lebih mudah karena hanya mengawasi anggota DPRD saja.
Baca Juga:
"Jika taraf kesejahteraan Indonesia sudah sangat baik, money politic tidak laku lagi dalam kancah demokrasi. Maka sistem satu suara satu orang bisa diberlakukan. Selama itu belum tewujud, demokrasi mahal yang mengandalkan money politic akan semakin merusak rakyat," tuturnya. (*)