TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Roysepta Abimanyu mengatakan di tengah bencana gempa Lombok, ada kelompok tertentu yang menyebarkan berita bohong atau hoax di media sosial.
"Ini hoaxnya banyak sekali. Kalau di bencanaain, hoaxnya ada gempa susulan tapi kalau di sini ini terus berkelanjutan," kata Roysepta di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu, 25 Agustus 2018.
Baca: Kapolri Minta Pengungsi Tak Percaya Hoax Gempa Susulan Lombok
Menurut Roy, gempa Lombok menjadi salah satu bencana yang paling banyak diserang hoax. Berita bohong yang tersebar sendiri seperti adanya gempa susulan dengan kekuatan besar sehingga membuat para masyarakat setempat ketakutan. Adapula hoax terkait penimbunan logistik bantuan.
Soal hoax penimbunan logistik bantuan, kata Roy, sudah dibuktikan oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat bahwa penyebar hoax itu bertujuan untuk menjarah harta warga setempat. "Bahkan kemaren Polda NTB menangkap penyebar hoax, yang ternyata komplotan maling," ujarnya.
Karena itu, Roy mengimbau kepada masyarakat Lombok dan sekitarnya agar tidak menelan informasi mentah-mentah untuk menghindari kerugian yang bisa terjadi. "Masyarakat jangan percaya begitu saja dengan kabar yang beredar, verifikasi dan hubungi hotline juga sudah ada," kata dia.
Baca: Masa Tanggap Darurat Gempa Lombok Berakhir 25 Agustus
Wilayah Lombok, Bali, dan Sumbawa diguncang gempa pertama pada 29 Juli 2018 berkekuatan 6,4 skala Richter, kemudian disusul gempa 7 skala Richter pada 5 Agustus lalu. Gempa ini menyebabkan kerusakan parah di Lombok. Ribuan bangunan rusak dan ratusan orang menjadi korban. Gempa susulan berkekuatan 6,5 skala Richter pada 19 Agustus siang dan 6,9 skala Richter pada 19 Agustus malam. Dari peristiwa tersebut, data terakhir menyebutkan 563 korban meninggal, ribuan warga luka-luka dan banyak bangunan rusak.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang penanggulangan dan rehabilitasi gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat. "Inpres sudah, sudah," kata dia pada Kamis, 23 Agustus 2018.
Penerbitan Inpres ini dilakukan pemerintah lantaran status gempa Lombok tidak dinaikkan menjadi bencana nasional. Pemerintah beralasan kenaikan status itu bisa merugikan sektor pariwisata nasional. Dengan inpres ini, meski status bencana gempa Lombok tidak dinaikkan, penanganannya setara dengan bencana nasional.
Baca: Agus Gumiwang Ingin Segera Tinjau Gempa Lombok Usai Sertijab