TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memuji Idrus Marham yang mengundurkan diri dari kursi Menteri Sosial karena menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Idrus yang baru tujuh bulan menjadi menteri, tercatat sebagai menteri pertama yang menjadi tersangka di Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Baca: Jadi Tersangka Korupsi, Idrus Marham: Saya Hormati Proses Hukum
"Kami lihat ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah intervensi terhadap hukum. Kekuasan yudikatif itu bersifat independen, terlepas dari campur tangan politik kekuasaan," kata Hasto kepada wartawan di posko pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 24 Agustus 2018.
Idrus Marham mengaku menjadi tersangka dalam kasus suap pembangunan PLTU Riau-1 yang menyeret anggota Komisi Energi Eni Saragih. Dia sudah mengantongi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Idrus menyampaikan hal itu setelah mengantarkan surat pengunduran dirinya sebagai menteri ke Istana Negara. "Kemarin saya sudah menerima pemberitahuan penyidikan kemarin sore. Yang namanya penyidikan statusnya sudah tersangka," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018.
Idrus tidak menjelaskan keterlibatannya dalam kasus tersebut hingga ditetapkan sebagai tersangka. "Biarkan itu kita hormati KPK," katanya.
Berdasarkan status tersebut, Idrus mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial. Dia bertemu dengan Presiden Joko Widodo pukul 10.30 WIB untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Idrus juga mengirimkan surat pengunduran diri sebagai pengurus DPP Partai Golkar.
Simak: Diduga Menyeret Idrus Marham, Ini 5 Fakta Suap Eni Saragih
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Idrus sudah dua kali diperiksa sebagai sksi oleh komisi anti rasuah. Dalam kesaksiannya, Idrus menyatakan memiliki hubungan dekat dengan tersangka kasus itu yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih dan pemegang saham BlackGold Natural Resources Ltd., Johanes Budisutrisno Kotjo.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap 13 orang pada Jumat, 13 Juli 2018 di beberapa tempat di Jakarta. Salah satunya adalah Eni Saragih yang ditangkap di rumah dinas Idrus Marham. Dalam OTT tersebut KPK menyita Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan tanda terima uang. Duit itu diduga diperoleh dari pengusaha Johanes B. Kotjo.
Uang tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diberikan kepada Eni berjumlah Rp 4,8 miliar.
Simak juga: Terseret Kasus Eni Saragih, Idrus Marham Akui Jadi Tersangka
Penangkapan Eni Saragih berujung kepada penggeledahan rumah Direktur Utama Perusahaan Listrik Negera (PLN) Sofyan Basir, pada Ahad, 15 Juli 2018. Sofyan mengatakan tidak terlibat apapun dalam suap ini. Pun Idrus Marham pernah berkali-kali membantah.