TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 triliun untuk menangani bencana gempa Lombok. Ia membantah pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik yang menyebut pemerintah hanya mengucurkan Rp 38 miliar.
"Jadi tidak benar kalau anggarannya Rp 38 miliar. Anggarannya Rp 4 triliun lebih," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 23 Agustus 2018.
Baca: Tiga Kendala Ini Hambat Distribusi Bantuan Pengungsi Gempa Lombok
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, anggaran tersebut akan digunakan salah satunya untuk mengganti rumah yang rusak. Pemerintah telah menetapkan rumah yang rusak ringan mendapat bantuan Rp 10 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak berat Rp 50 juta.
"Itu saja angkanya sudah besar sekali. Jadi kalau kemudian para politikus ada yang mengembangkan bahwa dananya itu Rp 38 miliar, yang bersangkutan tidak punya empati terhadap persoalan yang terjadi di Lombok," kata Pramono.
Angka Rp 38 miliar itu disebutkan oleh Rachland lewat akun Twitter-nya. Ia menduga pemerintah hanya mengeluarkan anggaran sebesar itu untuk gempa bumi di Lombok. Menurut dia, jika hal itu benar maka Presiden Joko WIdodo atau Jokowi tidak memiliki empati dalam kepemimpinannya. "Negara tidak hadir bagi rakyatnya yang sedang berduka," cuit Rachland, Selasa, 21 Agustus 2018.
Baca: Korban Gempa Lombok Kesulitan Dapat Terpal untuk Bangun Tenda
Pramono menuturkan dana Rp 4 triliun itu masih bisa bertambah. Sebab pemerintah akan mengganti rugi setiap rumah warga yang rusak. "Karena berapa yang rusak nanti akan ditangani," kata dia.
Pramono pun menegaskan bahwa pemerintah fokus menanggulangi dampak gempa Lombok. Ia mengklaim segala yang dilakukan pemerintah demi kebaikan masyarakat di sana.
Ia meminta agar seluruh pihak bersatu membantu Lombok. "Sehingga kemudian seharusnya ketika gempa terjadi, bukan malah mempelintir dan sebagainya. Harusnya kita bersatu untuk menangani itu, bukan malah kemudian menginformasikan hal yang bukan sebenarnya," kata Pramono.