TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan gempa Lombok belum perlu ditetapkan sebagai bencana nasional. Indonesia dianggap masih sanggup untuk mengatasi bencana yang telah menelan korban meninggal 515 orang tersebut.
Baca juga: Kesulitan Air Bersih, Ini Empat Keluhan Pengungsi Gempa Lombok
"Kita ingin menunjukkan bahwa Indonesia sanggup mengatasi. Indonesia kuat dan tangguh," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di gedung BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Selasa, 21 Agustus 2018.
Sutopo mengatakan wewenang penetapan status dan tingkatan suatu bencana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Salah satu pasal menyebutkan bahwa penetapan status itu dilakukan berdasarkan pada lima variabel, yakni jumlah korban, kerugian materi, kerusakan sarana, cakupan luas wilayah, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
"Tapi selain lima indikator itu, ada satu indikator lagi yang sulit diukur. Yaitu kondisi pemerintah setempat. Baik keberadaan dan keberfungsiannya," kata Sutopo.
Lebih lanjut, Sutopo melihat, saat ini yang paling utama adalah bagaimana penanganan terhadap dampak korban bencana. Bukan hanya berkutat di permasalahan peningkatan status. Ia menilai, Indonesia mampu mengatasi ini, bahkan sampai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Baca juga: Sektor Pariwisata Merugi Hingga Rp 1 Triliun Akibat Gempa Lombok
"Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Mulai dari pendanaan, personel, logistik, dan lain-lain. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah," ucap Sutopo.
Gempa Lombok dan sekitarnya terjadi pertama pada 29 Juli 2018 berkekuatan 6,4 SR, kemudian disusul gempa 7 SR pada 5 Agustus, juga 6,5 SR pada 19 Agustus siang dan 6,9 SR pada 19 Agustus malam