TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua meminta rencana pelantikan sejumlah pejabat hasil rotasi dibatalkan. Dia meminta pimpinan KPK merampungkan dulu aturan yang mengatur soal rotasi tersebut.
Baca juga: Agus Rahardjo Ungkap Alasan Rotasi 14 Pejabat KPK
"Bukan hanya ditunda tapi dibatalkan. Jadi selesaikan dulu aturannya," kata dia di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018.
Pimpinan KPK berencana merotasi 14 pejabat setingkat Direktur, Kepala Biro dan Kepala Bagian di tubuh organisasinya. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan rotasi dilakukan untuk penyegaran.
"Ya sudah ada yang 8 tahun tidak pernah berpindah tempat, rotasi itu alamiah mestinya dua tahun sekali dirotasi," kata Agus di Kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Pelantikan rencananya dilakukan pada 16 Agustus 2018. Namun, rencana itu batal karena mendapat penolakan dari Wadah Pegawai KPK. Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap meminta rotasi itu dihentikan. Dia mengatakan proses mutasi tidak transparan dan berpotensi merusak independensi KPK.
“KPK berjalan bukan karena suka atau tidak suka, tapi didasarkan pada sistem yang dibangun secara kuat dan dijalankan secara transparan serta akuntabel, dua asas itu tercantum dalam Pasal 5 UU KPK,” kata dia.
Penolakan juga datang dari sejumlah lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi. Koalisi menduga rotasi dapat melemahkan KPK. "Mutasi tidak wajar tersebut merupakan tindak lanjut strategi Kuda Troya," kata Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa.
Karena penolakan itu, pimpinan KPK kemudian memundurkan jadwal pelantikan pada 24 Agustus 2018. Namun, menurut Abdullah, pelantikan itu harus batal, dan rotasi harus ditunda sampai ada kejelasan.
Dia meminta pimpinan KPK berdiskusi lebih dulu dengan para pegawai membicarakan masalah ini. Dia meminta pimpinan memperhatikan manajemen pengaturan sumber daya manusia KPK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 63 Tahun 2005. Dia menyatakan diskresi pimpinan tak boleh melanggar aturan.
"Satu-satunya lembaga yang punya PP khusus SDM itu cuma KPK, sehingga diskresi diskresi itu tidak boleh bertentangan dengan aturan," kata dia.