TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Agus Rahardjo mengungkap alasan rotasi 14 pejabat di lembaganya. Menurut Agus, pejabat tersebut dirotasi karena sudah terlalu lama memegang jabatan tersebut.
Baca juga: KPK Serius Periksa Rekam Jejak 13 Calon Deputi Penindakan
"Ya sudah ada yang 8 tahun tidak pernah berpindah tempat, rotasi itu alamiah mestinya dua tahun sekali dirotasi," kata Agus di Kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Sebelumnya kebijakan pimpinan KPK merotasi sejumlah pejabat eselon I dan II menimbulkan penolakan. Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap meminta rotasi itu dihentikan. Dia mengatakan proses mutasi tidak transparan dan berpotensi merusak independensi KPK.
“KPK berjalan bukan karena suka atau tidak suka, tapi didasarkan pada sistem yang dibangun secara kuat dan dijalankan secara transparan serta akuntabel, dua asas itu tercantum dalam Pasal 5 UU KPK,” kata dia secara tertulis, Rabu, 15 Agustus 2018.
Yudi mengatakan rotasi dan mutasi merupakan hal lumrah dalam organisasi. Namun, ketika proses mutasi dan rotasi dilakukan tanpa ada kriteria, transparansi dan tata cara yang jelas itu dapat merusak independensi KPK. Dia meminta proses rotasi harus dilakukan dengan adanya pedoman kriteria dan aturan main yang jelas. “Tanpa adanya aturan rotasi dan mutasi berpotensi menjadi cara menyingkirkan orang-orang kritis,” kata dia.
Baca juga: Indonesia Memanggil, KPK Lelang Jabatan Sekretaris Jenderal
Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi juga menolak rencana tersebut. Koalisi menduga rotasi dapat melemahkan KPK. "Mutasi tidak wajar tersebut merupakan tindak lanjut strategi Kuda Troya lanjutan," kata Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa dihubungi Selasa, 14 Agustus 2018.
Mitologi Kuda Troya merujuk pada strategi perang Yunani Kuno untuk menghancurkan pertahanan musuh dari dalam benteng. Di KPK, kata Alghiffari, strategi itu dilakukan dengan memberi jabatan pada orang-orang yang berniat melemahkan KPK. "Tidak hanya memasukkan orang pada jabatan strategis, tapi juga memasukkan penyidik baru yang tidak sesuai ketentuan dan rencana kepegawaian KPK," kata dia.
Koalisi menduga pimpinan KPK melanggar sejumlah kode etik dalam rotasi tersebut. Koalisi merujuk pada Peraturan KPK RI No. 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK. Dalam aturan itu pimpinan harus menilai kinerja orang yang dipimpinnya secara objektif dengan kriteria yang jelas. Selain itu pimpinan juga harus memberikan apresiasi terhadap hasil kerja dan prestasi setiap individu.
"Jangan sampai rotasi dan mutasi dilakukan dengan alasan ketidaksukaan, kedekatan, atau bahkan sengaja memperlemah jabatan strategis tertentu," kata Alghiffari.
Baca juga: Alasan KPK Tidak Bisa Usut Mahar Politik Jenderal Kardus Sandiaga
Namun, Agus membantah tudingan tersebut. Dia mengatakan tak ada upaya pelemahan dalam rotasi tersebut. Dia bilang rotasi hanya dilakukan di lingkungan internal KPK. "Tidak ada orang luar yang masuk," kata dia.
Dia juga membantah pimpinan sudah tidak transparan dalam melakukan rotasi. Menurut dia, transparansi diperlukan bila seorang pejabat mengalami peningkatan jabatan, sementara yang terjadi sekarang pejabat hanya digeser ke jabatan yang setara. "Yang transparan itu adalah proses orang itu naik jabatan, itu pasti ada penilaian yang transparan," kata dia.