TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Sastra Daerah Universitas Indonesia, Widhyasmaramurti, mengatakan penyederhanaan bahasa daerah sebaiknya dilakukan dalam konteks melestarikan.
Baca juga: Bahasa Daerah di Indonesia Terus Menyusut
“Bahasa daerah yang dinyatakan oleh Pak Muhadjir dengan jumlah 700-an akan lebih baik jika dilestarikan dan dikembangkan demi menjaga keberlangsungannya,” ujar Widhyasmaramurti kepada Tempo, Rabu, 15 Agustus 2018.
Menurut dia, penyederhanaan dalam konteks melestarikan bisa dilakukan dengan dukungan pemerintah melalui badan bahasa. Kebijakan yang bisa diterapkan adalah menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal di wilayah tutur bahasa tersebut.
“Hal ini pernah dilakukan oleh Tim PMB (Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan) LIPI yang berhasil membuat bahasa Kafoa sebagai materi ajar di SDN di Desa Habollat dan Lola di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur,” tuturnya.
Sebelumnya, ketika menghadiri seminar dan lokakarya Bahasa Negara di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada 8 Agustus 2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan bahasa-bahasa yang terlalu lokal di pelosok Indonesia dianggap menghambat komunikasi antarmasyarakat. Bahasa-bahasa itu diwacanakan agar bisa disederhanakan menjadi satu bahasa daerah.
Mendikbud menampik bahwa wacana tersebut merupakan penghilangan kekayaan bahasa di Indonesia. Langkah ini, kata dia, merupakan cara pemerintah agar dapat mudah berkomunikasi dengan seluruh rakyatnya. “Bukan dihilangkan, tapi diserap. Memang pilihannya sulit. Karena kalau tidak dilakukan, akan ada kesulitan kita untuk membina dan mengembangkan bahasa daerah,” ucapnya.
Widhyasmaramurti melanjutkan bahwa upaya pelestarian bahasa Kafoa sempat terhambat guru pengajar di Sekolah Dasar Negeri Desa Habollat yang bukan penutur asli.
Baca juga: 700 Bahasa Daerah Punah
Hal ini, kata dia, bisa saja menimbulkan salah persepsi. “Tapi dengan dukungan pemerintah lokal, guru-guru non-penutur bahasa Kafoa berkenan mempelajari dan mengajarkan bahasa tersebut sebagai upaya mendukung pelestarian bahasa Kafoa sebagai bahasa etnis yang terancam punah karena hanya dituturkan oleh 1.200-an orang.”
Menurut Widhyasmaramurti, jika disederhanakan dalam bentuk mengubah penggunaan bahasa daerah menjadi bahasa Indonesia, sepertinya itu justru proses penghilangan bahasa daerah secara perlahan-lahan. “Kekayaan bahasa daerah merupakan salah satu aset bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan,” ucapnya.