TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romy memprediksi pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin akan mudah mengalahkan lawannya, Prabowo - Sandiaga Uno, dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019.
Baca juga: Prabowo: Sandiaga Mengundurkan Diri sebagai Wakil Gubernur DKI
Rommy menyebutkan ada tiga alasan ia mengatakan hal demikian.
1. Berasal dari satu partai
Pasangan Capres - Cawapres Prabowo dan Sandiaga Uno saat mendaftarkan diri di Gedung KPU, Jakarta, Jumat 10 Agustus 2018. Prabowo menunjuk Sandiaga Uno untuk menemaninya di ajang Pemilihan Presiden melawan pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin. TEMPO/Subekti.
Menurut Romy, pasangan Prabowo - Sandiaga mudah dikalahkan karena mereka berasal dari satu partai, yaitu Gerindra. "Jadi ceruk pemilihnya sama," ujarnya saat ditemui di kantor Dewan Pimpinan Pusat PPP, Jumat, 10 Agustus 2018.
Sebelumnya, Sandiaga diketahui menjabat Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Ia kemudian diangkat sebagai ketua tim pemenangan di Gerindra. Namun belakangan ia mundur. Sebab, sebagai Wakil Gubernur DKI, ia dilarang menjadi tim pemenangan.
Prabowo sudah meminta Sandiaga mundur dari Gerindra. Menurut Prabowo, jika mundur, Sandiaga akan diterima semua partai koalisi pendukungnya.
"Saya meminta beliau mundur dari Partai Gerindra, padahal beliau di Partai Gerindra sudah cukup lama," ucap Prabowo saat deklarasi di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018.
2. Pasangan ditetapkan last minute
Menurut Romy, pasangan Prabowo - Sandiaga ditetapkan saat menit-menit akhir atau last minute sebelum penutupan pendaftaran capres pada Jumat, 10 Agustus 2018. "Sehingga sangat tidak optimal," tuturnya.
Pasangan Prabowo - Sandiaga Uno baru dideklarasikan pada Kamis tengah malam, 9 Agustus 2018. Penentuan calon wakil presiden di kubu Prabowo berlangsung alot karena tiga partai koalisi, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Demokrat, masing-masing ngotot dengan calon wakil presidennya.
Pada menit-menit akhir pula terjadi ketegangan antara Demokrat dan Prabowo. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief bahkan menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus. Ia menduga kemunculan nama Sandiaga berlatar adanya transaksi di antara PAN, PKS, dan Gerindra.
Demokrat bahkan tak hadir dalam deklarasi Prabowo - Sandiaga, meski pada Jumat, 10 Agustus 2018, Majelis Tinggi Partai Demokrat menentukan arah koalisinya ke Prabowo.
Baca juga: Sebut Prabowo-Sandiaga Politik Transaksional, Andi Arief: Akurat
3. Prabowo dianggap tinggalkan ulama
Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno resmi maju mencalonkan diri sebagai pasangan capres dan cawapres dalam pilpres 2019 dengan dukungan tiga partai koalisi, yaitu Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, dan Partai Amanat Nasional atau PAN. Adapun Partai Demokrat tak ikut dalam deklarasi itu. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Romy menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo - Sandiaga Uno gampang dikalahkan karena meninggalkan ulama. Menurut Romy, isu yang semula dimainkan koalisi pendukung Prabowo, yakni kawal ulama, tidak sesuai dengan tindakan partai.
"Kenyataannya, siapa yang meninggalkan ulama, siapa yang merangkul ulama," tuturnya. "Jadi insya Allah lebih tinggi suara Pak Jokowi."
Sebelumnya, koalisi Prabowo dititipkan nama calon wakil presiden Salim Segaf Al Jufri dan Abdul Somad oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama. Namun rekomendasi GNPF itu tak dipilih koalisi Prabowo.