TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ferry Juliantono mengatakan partai koalisi di kubu inkumben Joko Widodo atau Jokowi (koalisi Jokowi) rawan perpecahan.
Baca: PDIP Sebut Partai Pendukung Koalisi Jokowi Sangat Kuat
Menurut Ferry, koalisi Jokowi rawan pecah karena beberapa partai yang bergabung di dalamnya miliki cukup kursi di parlemen untuk memenuhi aturan Presidential Threshold 20 persen seandainya ada yang berminat membentuk poros ketiga. "Contohnya Golkar dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) itu bisa membuat poros baru," ujar Ferry di Jakarta, Sabtu 4 Agustus 2018.
Ambang batas presiden adalah jumlah presentase perolehan partai pengusung capres berdasarkan kursi di DPR pada pemilu 2014. Tercatat, Golkar memiliki presentase 14,75 persen suara dan PKB memiliki 9,04 persen suara. Bersama-sama kedua partai tersebut dapat memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
Baca: PAN Belum Tentukan Dukung Jokowi atau Prabowo
Ferry juga mengatakan kerawanan koalisi Jokowi juga muncul akibat 'efek ekor jas' yang diterima partai koalisi Jokowi hanya akan berimbas pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saja. Efek ekor jas adalah presiden dengan popularitas tinggi akan memberi keuntungan pendapatan suara yang positif pada partai pengusungnya.
Ferry membandingkan kerawanan koalisi Jokowi dengan koalisi Prabowo. Menurut dia, efek ekor jas di kubu Prabowo akan lebih berimbas secara merata ke partai-partai pengusung Prabowo.
Baca juga: Pengamat: Keputusan Cawapres Bisa Picu Perpecahan Koalisi Pilpres
Gerindra, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dan PAN (Partai Amanat Nasional), kata dia, mempunyai proses koalisi jauh lebih lama, sejak 2014. "Itu membuat pemilih bisa menganalogikan pengaruh Pak Prabowo terhadap PKS dan PAN. Nah dengan Demokrat, karena baru bergabung, mudah-mudahan kami bisa membangun pengaruh efek ekor jas itu," tutur Ferry.
Lebih lanjut, Ferry juga menilai kemungkinannya kecil untuk partai-partai koalisi Prabowo membelot membentuk poros baru. "Karena di kubu kami ada keterbatasan jumlah kursi untuk membentuk poros baru, dan selain itu kami dalam posisi yang sangat solid," katanya.