TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional. Pertemuan itu berlangsung di rumah konglomerat Maher Algadri.
Baca: Pertemuan di Rumah Maher, Ini Tugas Sekjen 4 Partai dari Prabowo
Prabowo mengatakan pertemuan di rumah Maher dilakukan untuk menghindari awak media. "Karena tadinya mau menghindari kalian," kata Prabowo di depan rumah Maher Algadrie, Jalan Prapanca, Jakarta Selatan, Selasa malam, 31 Juli 2018.
Namun sebenarnya Prabowo dan Maher telah berteman sejak lama. Keduanya telah menjadi karib sejak bocah. Pertemanan Prabowo dan Maher diturunkan dari orang tua mereka, Sumitro Djojohadikusumo dan Hamid Algadri. Semasa Prabowo dan Maher kecil, kedua keluarga ini kerap menghabiskan akhir pekan bersama di kawasan Sirnagalih, Puncak, Bogor.
Hamid Algadri adalah tokoh pendiri Partai Arab Indonesia yang berkawan dekat dengan kakek Prabowo, Margono Djojohadikusumo pada masa persiapan kemerdekaan Indonesia. Setelah itu, Hamid pun gantian bersahabat dengan Sumitro, putra sulung Margono sekaligus ayah Prabowo.
Tak heran, hubungan kedua keluarga ini dekat. Seputaran masa pemilihan presiden 2014 lalu, Maher bercerita ihwal kedekatan dan penilaiannya terhadap Prabowo.
Baca: Adakan Pertemuan di Rumah Maher Algadri, Prabowo: Kok Bocor Sih?
Menurut Maher, saking dekatnya, ibu Prabowo tak segan menghukum dirinya jika kedapatan berbuat salah. Jika Maher dan Prabowo berulah, Dora Marie Sigar akan menghukum mereka berdua. Maher menyebut, ibunya, Zena binti Husein Alatas tak marah atas hal itu.
"Ibu saya membiarkannya, tak marah, karena tahu itu untuk mendidik saya," ujar Maher, dikutip dari Majalah Tempo edisi 30 Juni 2014.
Belakangan, keduanya menempuh jalan karier berlainan. Prabowo ke dunia militer, sedangkan Maher menjadi pebisnis. Maher kemudian dikenal sebagai salah satu pemilik Kodel Grup. Kodel, singkatan dari Kongsi Delapan, merupakan grup bisnis delapan usahawan muda. Beberapa di antaranya merupakan eks aktivis 1966, seperti Fahmi Idris, Sugeng Saryadi, dan Maher sendiri.
Pada 1984, ketiganya dan belasan pengusaha lain mendaftar menjadi anggota Partai Golkar. Ketika itu, partai beringin dipimpin oleh Ketua Umum yang merangkap jabatan Menteri Sekretaris Negara, Sudharmono.