Dalam buku setebal 290 halaman, Sarwono Kusumaatmadja memaparkan secara rinci bujukan dari Soeharto, tidak lama setelah dia dilantik sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) pada tahun 1998.
Pada awal menjabat, Sarwono Kusumaatmadja meminta waktu bertemu dengan Presiden Soeharto untuk meminta arahan. Ternyata pertemuan berlangsung sekitar pukul 20.30 di kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Keduanya bertemu dalam suasana sepi dan tak ada lagi wartawan yang berada di ruang tunggu. Pertemuan pertama ini diikuti dengan perjumpaan selanjutnya setiap pekan dengan waktu dan tempat yang sama, di Jalan Cendana.
Pertemuan tersebut tidak selalu atas permintaan Sarwono Kusumaatmadja. Kadang-kadang Soeharto sendiri yang memanggil Sarwono Kusumaatmadja, mantan Sekretaris Jenderal Golkar, untuk menghadap.
“Percakapan yang terjadi selalu monolog. Pak Harto bercerita panjang lebar tentang pengalaman masa lalu serta berbagai perjumpaannya dengan tokoh-tokoh masa tersebut,” tulis Sarwono dalam memoar dengan sub judul ‘Pertemuan Cendana.’
Pada awalnya, Sarwono yang mantan Ketua Umum Dewan Mahasiswa ITB (1967 – 1968), tertarik dengan cerita Soeharto. Dia menyimak dan mengajukan beberapa pertanyaan.
Lama-kelamaan Sarwono Kusumaatmadja merasa janggal. Karena selama tiga bulan itu, setiap pertemuan satu pekan sekali, Soeharto sama sekali tidak memberikan arahan tentang pekerjaannya sebagai menteri.
Sarwono kemudian berkonsultasi dengan Letjen (Purn) Soedharmono dan Jenderal (Purn) Benny Moerdani. Saat itu Soedharmono adalah wakil presiden. Ketika Soedharmono menjadi Ketua Umum Golkar, Sarwono menjadi sekretaris jenderalnya.
Sementara Benny Moerdani saat itu menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan. Sarwono Kusumaatmadja pertama kali kenal dengan Benny pada saat sama-sama menjadi anggota delegasi Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengunjungi Korea Selatan tahun 1980.
Pertama-tama, Sarwono Kusumaatmadja menemui Soedharmono. Dia bertanya tentang arti pertemuan-pertemuan malam hari dengan tema yang sama dengan Pak Harto.
“Oh, itu artinya situ sedang dijajaki apakah bisa direkrut sebagai orang dalam (inner circle). Berarti Pak Harto sedang menjajaki, apakah orang yang namanya Sarwono ini bisa diajak untuk bekerja, tidak hanya sebagai menteri semata, tetapi juga sebagai anggota kelompok inti di sekitar beliau,” demikian penjelasan Soedharmono.
Sarwono bertanya bagaimana seharusnya dirinya bersikap.
“Lha terserah. Pilihan itu berpulang pada diri sendiri,” ujar Soedharmono, mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
Jawaban Benny Moerdani