TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Golkar Zainuddin Amali mengatakan partainya tak takut elektabilitas partai menurun karena mencalonkan dua eks narapidana korupsi sebagai bakal caleg pada pemilu 2019.
"Enggak (takut elektabiltas turun). Sebab, kalau tidak kita calonkan, partai bisa digugat nanti," kata Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan pada Kamis, 19 Juli 2018.
Baca: Golkar Sebut Pencalonan Dua Eks Napi Korupsi sebagai Jalan Tengah
Partai Golkar mendaftarkan dua mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif pada pemilu 2019. Mereka adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Aceh, Teuku Muhammad Nurlif dan Ketua Harian DPD Partai Golkar Jawa Tengah, M. Iqbal Wibisono.
Teuku Muhammad Nurlif dihukum penjara 1 tahun 4 bulan pada 2011 oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia terbukti terlibat dalam perkara suap pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Adapun Iqbal Wibisono dihukum pada 2015 oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan vonis penjara 1 tahun kepada Iqbal Wibisono. Iqbal terbukti terlibat dalam korupsi dana bantuan sosial Provinsi Jawa Tengah untuk Kabupaten Wonosobo pada 2008.
Menurut Amali, Golkar memutuskan mencalonkan dua kadernya tersebut karena berpatokan pada rapat konsultasi yang digelar DPR bersama Bawaslu, KPU, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM pada Kamis, 5 Juli 2018.
Baca: Golkar Daftarkan Caleg Mantan Narapidana Korupsi
Hasil rapat konsultasi tersebut memutuskan, pimpinan DPR dan pimpinan empat lembaga tersebut sepakat memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mendaftar menjadi caleg di semua tingkatan melalui partainya masing-masing. Namun sambil menunggu verifikasi, caleg bisa melakukan uji materi Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat soal larangan eks caleg narapidana korupsi ke Mahkamah Agung.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, mengatakan sikap Golkar telah menyalahi PKPU ihwal larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. “Risikonya, caleg mantan narapidana korupsi akan dicoret oleh KPU," ujarnya.
Adapun Komisioner KPU Pramono Ubaid mengatakan verifikasi berkas pendaftaran masih dilakukan. “Kalau ada mantan napi koruptor yang diajukan, lalu diberitakan terus-menerus, akan merugikan partai itu sendiri, meskipun nanti berproses hukum dan menang," ujarnya.