TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka dugaan suap PLTU Riau-I, Eni Maulani Saragih atau Eni Saragih, buka-bukaan soal perkara yang menjeratnya. Lewat surat dua halaman yang ia titipkan kepada keluarganya, Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat ini membantah melakukan intervensi atas proyek tersebut.
Baca juga: Cari Bukti Dugaan Suap Eni Saragih, KPK Geledah Rumah Dirut PLN
"Yang saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar," ujar Eni Saragih melalui surat dua halaman yang Tempo peroleh, Senin, 16 Juli 2018.
Eni mengatakan proyek PLTU Riau I bukanlah proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. Menurut dia pula, tidak ada tender untuk proyek di mana negara melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) menguasai 51 persen saham itu.
"Maka dari itu tidak ada peran saya untuk mengintervensi untuk memenangkan salah satu perusahaan," kata Eni.
Eni menyebut alasannya ikut membantu dan memperjuangkan proyek tersebut untuk menjadi proyek contoh dari proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Ia menilai PLTU Riau-I memiliki kondisi yang baik, harga yang bagus, negara menguasai, dan bunganya sangat rendah.
Baca juga: Eni Saragih Pegiat Banyak Organisasi Sayap Partai Golkar
Kata Eni Saragih, dari proyek 35 ribu megawatt, baru di PLTU Riau-I PLN menguasai saham 51 persen. Perseroan pun hanya menyiapkan equity sepuluh persen, dengan sisanya akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga murah 4,25 persen per tahun.
"Harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat," kata Eni.
KPK menangkap Eni Saragih pada Jumat, 13 Juli 2018 di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Hari itu, KPK menggelar serangkaian operasi penangkapan yang berujung kepada Eni Saragih. Salah satu yang dicokok adalah staff Eni.
KPK menyita uang Rp 500 juta untuk Eni Saragih yang merupakan Politikus Golkar. Uang tersebut diduga berasal dari bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo.
Baca juga: Kena OTT KPK, Anggota DPR Eni Saragih...
KPK menduga sogokan ini untuk memuluskan penandatanganan kerjasama pembangunan PLTU Riau-I. KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total jenderal, Eni Saragih bakal menerima Rp 4,8 miliar. KPK telah menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka.