TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita sejumlah dokumen dan berkas elektronik dalam penggeledahan di sejumlah tempat terkait kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap I di Provinsi Riau yang melibatkan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih.
"Untuk sementara disita sejumlah dokumen terkait kasus pembangkit listrik di Riau, dokumen keuangan dan elektronik," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi pada Ahad, 13 Juli 2018.
Baca: Begini Kronologi OTT Eni Saragih di Rumah Idrus Marham
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Eni Saragih bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK menyangka Eni menerima Rp 500 juta dari Kotjo. Uang tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diberikan kepada Eni berjumlah Rp 4,8 miliar
Baca: Suap Eni Saragih, KPK Geledah 5 Lokasi Termasuk Rumah Dirut PLN
Febri mengatakan hari ini KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi dalam kasus suap yang berkaitan dengan proyek listrik 35.000 megawatt tersebut. Lima lokasi yang digeledah adalah rumah Direktur utama PLN Sofyan Basir, rumah Eni Saragih, rumah dan apartemen Kotjo serta kantor Kotjo.
Dari rumah Sofyan Basir, penyidik KPK terlihat membawa empat kardus dan tiga koper usai melakukan penggeledahan. Menurut Febri, penggeledahan ini bertujuan untuk mencari bukti-bukti yang berkaitan dengan kasus suap PLTU Riau 1.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap 13 orang pada Jumat, 13 Juli 2018 di beberapa tempat di Jakarta. Eni Saragih ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Dalam OTT tersebut KPK juga menyita Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan tanda terima uang tersebut.