TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Transparan Aceh (MaTA) membeberkan hasil temuannya terkait kasus korupsi di Aceh sepanjang semester I tahun ini. Tercatat sebanyak 15 kasus dalam proses penyidikan oleh Kepolisian, Kejakasaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Empat kasus dalam proses penyidikan kepolisian, sembilan kasus oleh Kejaksaan dan dua kasus dalam penyidikan KPK,” kata Alfian, Koordionator MaTA saat menjabarkan hasil pantauannya dalam Diskusi Publik Tren Penindakan Korupsi Aceh, Kamis 12 Juli 2018 di Banda Aceh.
Baca juga: Busyro Klaim KPK Sudah Tangani 371 Kasus Korupsi Aceh
Menurutnya data tersebut hanya untuk kasus korupsi dalam proses penyidikan penegak hukum. LSM antikorupsi itu mengumpulkan dari pantauan kasus serta berkoordinasi dengan kejaksaan, kepolisian dan KPK.
Dua kasus dalam penyidikan KPK adalah Kasus BPKS Sabang dan terbaru kasus dana Otsus Aceh yang menyeret Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Sebelumnya, kasus korupsi di BPKS Sabang telah menyeret sejumlah pelakunya ke penjara.
Dari data yang disampaikan MaTA, pada tahun sebelumnya terdapat 18 kasus dalam proses penyidikan polisi dan kejaksaan menyidik 15 kasus. “Kecenderungan jumlah kasus dalam proses penyidikan oleh aparat penegak hukum akan meningkat di semester II setiap tahunnya,” kata Alfian.
Selama kurun waktu 2017 dan semester I 2018, MaTA mencatat total kerugian negara yang ditemukan oleh aparat penegak hukum mencapai Rp 349,9 miliar atau setara dengan 4.374 unit rumah sederhana untuk warga miskin.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Aceh, Rahmadsyah mengakui pihaknya sedang menangani beberapa kasus di tahun 2018. Di antaranya adalah pembangunan pasar di Kabupaten Aceh Barat Daya dan pengadaan alat kesehatan radio diagnostik di Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Baca juga: Korupsi Dermaga, Eks Gubernur Aceh Dicecar 12 Pertanyaan
“Ada tujuh kasus korupsi yang konsentrasi kita (Kejaksaan Tinggi Aceh) tangani di 2018,” katanya. Sementara dua kasus lagi seperti paparan MaTA sedang proses penyidikan di tingkat Kejaksaan Negeri.
Rahmadsyah menyebutkan dominan kasus masih pengadaan barang dan jasa. Sebagian kasus yang ditangani juga meminta koordinasi dan supervisi dari KPK, karena ketersediaan anggaran terbatas di Kejaksaan. “Dan mereka (KPK) serius membantu."