TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemantau hak asasi Amnesty International menuding aparat keamanan di Indonesia telah melakukan pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) terhadap setidaknya 95 orang di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam laporan investigasi yang dikeluarkan kemarin, Amnesty International mencatat dalam kurun kurang dari 8 tahun, hampir semua pelaku belum pernah diadili melalui mekanisme hukum yang independen.
Sebanyak 85 orang dari korban tersebut merupakan orang asli Papua. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Papua merupakan salah satu lubang hitam pelanggaran HAM di Indonesia.
Baca juga: 3 Warga Kenyam, Papua, Tewas Diserang Kelompok Bersenjata
"Di wilayah ini, aparat keamanan membunuh pria, wanita, dan anak-anak selama bertahun-tahun, tanpa kemungkinan untuk dimintai pertanggungjawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independen," kata Usman Hamid.
Dalam laporan yang berjudul, Sudah, Kasi Tinggal Di Mati': Pembunuhan dan Impunitas di Papua, Amnesty International menggambarkan bagaimana aparat kepolisian dan militer menembak mati aktivis kemerdekaan dan demonstran yang berunjuk rasa secara damai, juga puluhan warga Papua lainnya yang tidak ada kaitannya dengan gerakan separatisme, termasuk didalamnya seorang pemuda yang mengalami gangguan jiwa.
"Penelitian kami menemukan bahwa hampir 100 orang telah dibunuh di luar hukum dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun — artinya sekitar satu orang dibunuh setiap bulannya," ujar Usman.
Menurut Usman Hamid, ini adalah noda hitam dalam catatan HAM Indonesia. Pembunuhan di luar hukum di Papua, kata dia, harus diakhiri. "Budaya impunitas yang ada pada personil keamanan harus dihilangkan, dan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan di masa lalu harus diadili melalui mekanisme hukum yang independen.”
Laporan ini mendokumentasikan bahwa setidaknya ada 95 korban pembunuhan di luar hukum dalam 69 insiden antara Januari 2010 hingga Februari 2018, dimana 56 korban dibunuh dalam konteks non-separatisme dan 39 lainnya terkait dengan kegiatan pro-separatisme.
Meskipun kegiatan pro-separatisme tersebut dilakukan dengan unjuk rasa yang damai atau pengibaran bendera Bintang Kejora. Bahkan, laporan ini juga menceritakan bagaimana Irwan Wenda, seorang pria Papua yang mengalami gangguan jiwa, dibunuh oleh polisi setelah dia memukul petugas hanya menggunakan sepotong tebu.
“Sangat mengkhawatirkan melihat fakta bahwa polisi dan militer menerapkan taktik kejam nan mematikan terhadap kelompok bersenjata pada aktivis politik damai. Semua pembunuhan di luar hukum melanggar hak untuk hidup, yang dilindungi oleh hukum internasional dan Konstitusi Indonesia,” kata Usman.
Baca juga: Bawa Logistik Pilkada Papua, Kepala Distrik Tewas Diserang KKB
Menurut Usman, ada hubungan langsung antara impunitas dan pelanggaran hak asasi manusia yang berkelanjutan. Kegagalan menginvestigasi dan mengadili pelaku, kata Usman, akan membuat mereka percaya bahwa mereka berada di atas hukum. "Hal ini juga memicu perasaan dendam dan menimbulkan ketidakadilan di Papua," ujarnya.
Amnesty International menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk memastikan bahwa semua pembunuhan di luar hukum yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan diselidiki secara cepat, independen, tidak memihak dan efektif. Penyidikan dan penuntutan apa pun tidak boleh terbatas pada pelaku langsung, namun juga melihat ke dalam keterlibatan atasan, terlepas dari pangkat.
Pihak berwenang harus mengambil langkah inisiatif untuk menghentikan pembunuhan di luar hukum di Papua termasuk dengan mengeluarkan dan menegakkan instruksi yang sesuai dengan hak asasi manusia kepada TNI dan polisi tentang penggunaan kekuatan, dan memastikan keadilan dan reparasi bagi para korban dan keluarga mereka.
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN