TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mencatat ada 130 peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya selama periode Juni 2017 hingga Mei 2018. "13 kasus di antaranya dari pengaduan yang didampingi Kontras, lainnya 117 kasus dari hasil pemantauan media," kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia KontraS, Arif Nur Fikri, di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa, 26 Juni 2018.
Dari kasus penyiksaan selama Juni 2017 sampai Mei 2018 ini, KontraS 315 orang menderita luka-luka. Sementara itu, 27 orang meninggal. Arif mengatakan pelaku penyiksaan ini masih didominasi oleh polisi, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan petugas lembaga pemasyarakatan. "Hampir 80 peristiwa dilakukan oleh polisi, 28 kasus oleh TNI, dan 22 kasus oleh sipir lapas," kata dia.
Baca: KontraS Pertanyakan Penyidikan Kejagung Soal Pelanggaran HAM.
Motif dari tindakan penyiksaan oleh aparat terdiri atas dua macam. Yaitu, kata Arif, untuk mendapatkan pengakuan dan sebagai bentuk hukuman. Motif untuk mendapatkan pengakuan lebih banyak dilakukan oleh pelaku kepada korban dalam perkara kriminal.
Arif menuturkan ada 78 kasus penyiksaan yang dilakukan aparat untuk mendapatkan pengakuan dari para korban. Untuk motif hukuman, setidaknya ada 52 kasus yang terjadi. "Contohnya seperti kasus La Gode di Maluku Utara, dari pos TNI ditangkap dan dia disiksa. Kami lihat itu sebagai bentuk hukuman ke La Gode hingga akhirnya dia meningal dunia," kata dia.
Simak juga: KontraS Sebut Masih Ada Pasal Bermasalah di RKUHP.
Selain itu, Arif menuturkan lokasi penyiksaan paling banyak terjadi di sel tahanan. Berdasarkan data KontraS ada 64 kasus penyiksaan yang terjadi di dalam lapas diikuti 28 kasus tempat tertutup seperti rumah kosong atau lapangan yang hanya bisa diakses aparat. "Dari catatan kami juga ada 38 kasus penyiksaan di tempat publik," ujar Arif.