INFO NASIONAL - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kembali menyampaikan soal penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang merupakan upaya mempercepat pemerataan di sektor pendidikan. Mudadjir menegaskan sistem zonasi bukanlah kebijakan yang terpisah dengan kebijakan lain dan sesuai dengan arah kebijakan pemerintah.
“Zonasi merupakan rangkaian kebijakan yang utuh, terintegrasi, dan sistemik, dari upaya kita melakukan restorasi di sektor pendidikan, khususnya di sistem persekolahan. Kebijakan ini bukan merupakan kebijakan yang terlepas dari rangkaian kebijakan sebelumnya maupun yang akan datang,” kata Muhadjir dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, 25 Juni 2018.
Baca Juga:
Sistem zonasi, menurut Muhadjir, merupakan bentuk penyesuaian kebijakan sistem rayonisasi. Rayonisasi lebih memperhatikan pada capaian siswa di bidang akademik, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah. Dengan demikian, siapa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah itu.
“Seandainya masih ada seleksi, maka bukan untuk membuat urutan masuk sekolah tertentu, tapi dalam rangka seleksi penempatan. Sehingga tidak berpengaruh pada hak siswa untuk masuk ke dalam sekolah yang dekat dengan rumahnya,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menyampaikan satuan jarak rumah tidak diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB. "Karena masukan dari lapangan, maka tidak memungkinkan bagi kita untuk memasukkan poin tentang jarak dalam peraturan ini. Mengingat kondisi geografis di Indonesia yang beragam," ucapnya.
Baca Juga:
Hal terpenting dalam penerapan PPDB, kata Hamid, adalah membuat anak mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari rumah atau tempat tinggalnya. “Apabila dalam satu zona kelebihan kuota atau daya tampungnya tidak mencukupi, maka dinas pendidikan wajib mencarikan sekolah. Jangan dibiarkan anak dan orang tua kesulitan mendapatkan sekolah," tuturnya.
Setop praktik jual-beli kursi
Di tahun kedua penerapan sistem zonasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berharap agar pelaksanaan PPDB dapat mengedepankan prinsip akuntabilitas, objektivitas, transparansi, non-diskriminatif, dan berkeadilan, dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.
"Jangan sampai ada praktik jual-beli kursi dan pungutan liar. Penerimaan siswa baru jangan dijadikan momentum untuk memungut yang macam-macam. Apalagi dijadikan alat tawar agar anak diterima di sekolah tertentu," kata Muhadjir.
Menurut dia, semestinya masing-masing pemerintah daerah memiliki platform dan melakukan revisi kebijakan zonasi yang sudah dilakukan sebelumnya. "Zonasi ini melampaui wilayah administrasi. Karena itu, perlu ada kerja sama antara dinas pendidikan pemerintah kabupaten atau kota maupun provinsi untuk menetapkan zona. Dengan zonasi, pemerintah daerah sejak jauh hari bisa membuat perhitungan tentang alokasi dan distribusi siswa," ujarnya.
Adapun dispensasi yang bisa diberikan dalam implementasi peraturan ini, menurut Muhadjir, wajib diajukan terlebih dahulu secara tertulis oleh dinas pendidikan kabupaten, kota, atau provinsi terkait kepada Kementerian Pendidikan. Untuk kemudian mendapatkan persetujuan oleh Kementerian Pendidikan melalui unit terkait.
"Mohon tidak ragu-ragu memberitakan kalau memang ada masalah atau menemukan penyimpangan kebijakan di lapangan. Karena tingkat pertanggungjawaban informasinya dapat lebih bisa diandalkan dari media yang lain," tuturnya. (*)