TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hak politik Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari dicabut selama 5 tahun. "Menuntut mencabut hak untuk dipilih dan menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman," kata jaksa KPK Arif Suhermanto dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 25 Juni 2018.
Jaksa menyatakan menuntut hak politik Rita dicabut untuk memberikan efek jera. Selain itu, jaksa juga menimbang saat melakukan korupsi, Rita merupakan bupati aktif.
Baca: Jaksa KPK Tuntut Rita Widyasari 15 Tahun Penjara.
Jaksa menilai masyarakat memilih Rita sebagai bupati agar menjalankan pemerintahan dengan bersih. Namun, kenyataannya Rita malah menjalankan pemerintahan dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. "Untuk menghindari publik salah pilih kembali orang yang nyata-nyata telah mengkhianati publik," katanya.
Dalam persidangan, Jaksa KPK menuntut Rita 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan Rita terbukti menerima uang suap sebanyak Rp 6 miliar dari bos PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin pembukaan lahan kelapa sawit di kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Simak juga: Bagaimana Perkembangan Dugaan Pencucian Uang Rita Widyasari?
Selain itu, jaksa menyatakan Rita terbukti menerima menerima gratifikasi Rp 248 miliar bersama komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
KPK menetapkan Rita Widyasari bersama Abun dan Khairudin sebagai tersangka sejak 26 September 2017. Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari pengembangan penyidikan KPK. Saat ini, KPK masih menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Rita.