MEDAN - Debat kandidat putaran ke-3 Pilgub Sumut 2018 berlangsung seru, Selasa malam 19 Juni 2018. Debat yang mengangkat tema penegakan hukum dan hak asasi manusia itu dimanfaatkan untuk saling serang dan sindir antara pasangan calon Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus dan Edy Rahmayadi-Musa Rajashah.
Tema itu sangat aktual dengan apa yang dialami dua Gubernur Sumatera Utara sebelumnya yang ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Calon Gubernur dari pasangan calon nomor urut dua, Djarot Saiful Hidayat, lalu mempertanyakan tata kelola pemerintahan yang akan diterapkan pasangan calon lawannya.
Djarot menyindir calon Wakil Gubernur Musa Rajekshah yang ikut diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap yang menjerat mantan Gubernur Gatot Pujo Nugroho dan sejumlah besar anggota parlemen setempat. “Bagaimana Pak Musa menerapkan tata kelola pemerintahan yang transparan?” tanya Djarot dalam debat.
Baca juga:
Pelantikan Penjabat Gubernur Menjadi Kontroversi di Pilgub Jabar 2018
Survei Pilgub Jatim 2018, Gus Ipul-Puti Unggul di Madura
Djarot juga mengkritik cara pengelolaan keuangan Provinsi Sumatera Utara selama ini yang menurutnya rawan korupsi dana bantuan sosial. “Ada pula swasta meminjamkan uang kepada gubermur. Tentu itu salah dan jadi perhatian KPK,” tutur Djarot.
Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Musa menyebut Djarot tidak memahami masalah. “Pak Djarot ini baru punya KTP Sumut (Medan). Jadi belum banyak tahu,” kata Musa yang adalah pengusaha itu.
Adapun pasangannya, calon Gubernur Edy Rahmayadi, menganggap remeh masalah yang diungkap Djarot. Edy meminta masalah itu dilupakan karena dianggapnya menjadi bagian dari masa lalu. “Jadi pejabat tidak boleh rakus dan menghalalkan segala cara," katanya singkat tentang tata kelola pemerintahan yang transparan.
Edy justru menyoroti janji-janji perizinan dan keamanan dalam kampanye dalam Pilgub Sumut 2018. Dia tidak tegas apakah merujuk kepada pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. " Saya heran kenapa banyak sekali retorika,” kata dia sambil menambahkan, “Orang Sumut tak perlu banyak 'ulok' (ular)."