TEMPO.CO, Banjarmasin - Keluarga Muhammad Yusuf, 42 tahun, wartawan Kemajuan Rakyat dan Berantas News, yang tewas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru pada Minggu 10 Juni lalu bakal menggugat Polres Kotabaru dan Kejaksaan Negeri Kotabaru. Istri almarhum Yusuf, T Arvaidah, menyerahkan teknis materi gugatan kepada tim pengacara yang sejak awal kasus bergulir sudah mendampingi almarhum suaminya.
“Ada kematian tidak wajar. Saya dilarang masuk ke ruang visum karena petugas medis beralasan saya tidak kuat melihat jenazah. Jadi saya menunggu di luar ruangan,” kata T Arvaidah kepada Tempo pada Rabu, 13 Juni 2018. Untuk mengetahui sebab kematian suaminya, Arvaidah pun meminta jenazah Yusuf diautopsi.
Arvaidah merasa ada kejanggalan ketika jenazah tiba di Unit Gawat Darurat RSUD Kotabaru. Menurut dia, petugas medis baru mengizinkan dirinya masuk setelah mayat divisum dan dibersihkan. Itu sebabnya, Arvaidah menyangkal pernyataan Kepala Polres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Suhasto yang mengatakan visum atas sepengetahuan keluarga korban. “Kalau polisi dan jaksa boleh masuk ruang visum. Tapi saya hanya menunggu di luar saja, kan aneh,” kata Arvaidah.
Baca: Jaksa Ungkap Kronologi Meninggalnya Wartawan Muhammad Yusuf
Tak hanya itu, Arvaidah mengatakan RSUD Kotabaru melarang keluarga korban memiliki hasil visum jenazah Yusuf. Jika ingin memiliki hasil visum, petugas menyarankan Arvaidah meminta ke Polres Kotabaru. “Katanya keluarga korban tidak berhak, cuma polres saja yang berhak menerima hasil visum. Ada kejanggalan, dugaan kematian tidak wajar,” kata Arvaidah.
Saat dikonfirmasi, Kepala Satuan Reskrim Polres Kotabaru, Ajun Komisaris Surya Miftah, justru balik bertanya dari mana sumber berita kemungkinan istri almarhum Yusuf menggugat polisi. Adapun Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kotabaru, Agung Nugroho Santoso, belum mau banyak komentar karena menyangkut teknis materi gugatan. “Saya izin dulu ke pimpinan, bagaimana arahannya nanti,” kata Agung Nugroho.
Kepala Lapas Kelas IIB Kotabaru, Suhartomo, mengatakan tidak ada tindak kekerasan terhadap almarhum Yusuf sebelum dinyatakan tewas di UGD RSUD Kotabaru. Menurut dia, sosok Yusuf punya riwayat penyakit jantung yang diderita jauh sebelum dijebloskan ke penjara. Kalaupun ada bercak memar kebiru-biruan, Suhartomo menduga dampak dari kematian akibat serangan jantung.
“Tidak ada penganiayaan. Memang meninggalnya akibat serangan jantung. Sebelum dibawa ke rumah sakit, Yusuf sempat muntah-muntah, tapi tidak ada kekerasan,” kata Suhartomo. Ia sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri dan Polres Kotabaru atas kematian Yusuf.
Baca: Yusril Minta Jenazah Muhammad Yusuf Diautopsi
Yusuf dijebloskan ke penjara setelah menulis kisruh sengketa perebutan lahan di antara PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) dan warga Pulau Laut. Tulisan Yusuf disebut bermuatan provokasi, tidak berimbang, dan menghasut yang merugikan MSAM. Yusuf disangkakan Pasal 45A UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Adapun ancamannya pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
“Tersangka melakukan pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang diberitakan melalui koran online (e-paper Kemajuan Rakyat.co.id),” demikian dikutip dari risalah kejadian perkara. Namun, JPU belum membacakan tuntutan karena persidangan masih memeriksa saksi-saksi.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kalimantan Selatan, Anang Fadhilah, sudah mewanti-wanti Polres Kotabaru tidak menjerat Yusuf memakai UU ITE karena aduan berupa produk jurnalistik. Sejak masih tahap awal penyelidikan, Anang Fadhilah getol mengecam sikap polisi yang berkukuh menjerat Yusuf di luar mekanisme Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meski polisi sudah berkonsultasi ke Dewan Pers, kata Anang, IWO Kalsel tetap menolak proses pidana terhadap Muhammad Yusuf.
DIANANTA P SUMEDI