TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi hukum Yusril Ihza Mahendra mendorong dilakukannya autopsi terhadap wartawan Muhammad Yusuf yang meninggal di Lembaga Pemasyarakatan Kota Baru, Banjarmasin. Upaya ini dilakukan untuk untuk mengetahui penyebab pasti dari meninggalnya pria berusia 42 tahun itu.
"Kematian Yusuf karena sesak nafas dan muntah-muntah, mestinya tidak cukup dijelaskan dengan visum sebagaimana dikatakan Kapolres Kota Baru," kata Yusril lewat keterangan tertulisnya, Selasa, 12 Juni 2018.
Baca: Polri Minta Info Polres Kotabaru Soal Kematian Muhammad Yusuf
Yusuf awalnya mengeluh sesak nafas dan sakit di dada disertai muntah-muntah pada Ahad, 10 Juni 2018, sekitar pukul 14.00 saat masih berada di lapas. Mengetahui hal tersebut, petugas lapas kemudian membawa Yusuf ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kotabaru.
Tapi, nyawa Yusuf tak tertolong meski sudah dilakukan tindakan medis. Polisi setempat menyatakan Yusuf meninggal 30 menit kemudian di RSUD Kotabaru.
Yusuf telah mendekam di Lapas Kotabaru selama 15 hari sejak April 2018. Polisi menyangkanya melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena menulis berita yang dianggap menghasut dan merugikan perusahaan kelapa sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) milik Syamsudin Andi Arsyad (Haji Isam) di Pulau Laut, Kotabaru. Perkaranya sedang berjalan di Pengadilan Negeri Kotabaru.
Yusril mengimbau pihak keluarga mengizinkan autopsi mendalam terhadap Yusuf. Yusril mengatakan, pemeriksaan melalui autopsi masih bisa dilakukan secara optimal karena Yusuf baru saja dimakamkan.
Baca: Jaksa Ungkap Kronologi Meninggalnya Wartawan Muhammad Yusuf
"Autopsi terhadap jenazah Yusuf akan membuka tabir misteri kematiannya. Kalau kematiannya wajar, maka masalah pun selesai," kata dia.
Namun menurut Yusril, jika kematiannya tidak wajar, maka penanganan kasus kematiannya harus melibatkan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Tujuannya kata Yusril, agar dapat mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas kematian Yusuf. “Ini harus dilakukan demi tegaknya hukum dan keadilan”, kata Yusril.
DIANANTA P SUMEDI | ALFAN HILMI