TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai keinginan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mencalonkan diri sebagai presiden di Pemilihan Presiden 2019 menyiratkan sinyal ketidakpercayaan pada elektabilitas Prabowo Subianto mengejar elektabilitas calon presiden inkumben Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Rangkuti menilai, Amien Rais tak benar-benar serius ingin maju sebagai Capres, melainkan hanya ingin menekan Prabowo Subianto sebisa mungkin mendorong munculnya figur baru. "Ini semacam sinyal ketidakpercayaan pada elektabilitas Prabowo yang semakin sulit mengejar Jokowi. Bahkan, kini sudah merasuk ke tokoh yang sebelumnya merupakan pendukung utamanya, yaitu Amien Rais," ujar Ray Rangkuti saat dihubungi Tempo pada Senin, 11 Juni 2018.
Baca juga: Belajar dari Pengalaman, Yusril Tak Ingin Ikut Manuver Amien Rais
Pendapat tersebut, ujar dia, didasarkan tiga hal. Pertama, musabab koalisi keumatan yang dicanangkan kelompok oposisi, pada faktanya, tak memiliki kepercayaan diri dan soliditas yang kuat. Hal ini, kata Rangkuti, terlihat dari tak jua ditetapkannya calon wakil presiden Prabowo Subianto yang berjalan seiring dengan enggannya PKS menyatakan dengan tegas bahwa capres yang mereka usung adalah Prabowo Subianto.
"Tagar ganti presiden 2019 justru sinyal ketidaksolidan itu. PKS yang memulai tagar itu bahkan tidak dengan spesifik menyatakan Prabowo Subianto adalah pengganti Jokowi," ujar dia.
Baca juga: Amien Rais Mau Nyapres Terilhami Mahathir, PPP: Ada 3 Perbedaan
Ujungnya, lanjut Rangkuti, PAN yang diharapkan bergabung di koalisi ini malah terus menerus menjaga jarak. Bahkan, ketika Partai Gerindra membentuk struktur pengurus posko bersama, PAN menyatakan keberatan logo dan nama partainya dilibatkan. "Begitulah sampai ada rilis capres dari ulama-ulama yang tergabung dalam 212. Rilis itu hanya menempatkan Prabowo sebagai Capres nomor dua di bawah Habib Rizieq. Tentu ini di luar skenario," kata Rangkuti.
Kedua, ujarnya, umrah politik yang dilakukan Amien Rais bersama Prabowo Subianto dan pertemuan dengan Rizieq Shihab, yang berujung pada usulan koalisi keumatan, dinilai tidak berhasil mengembalikan wibawa Prabowo Subianto. "Tak berbilang hari, koalisi itu seperti pecah manakala beberapa pentolan kelompok ini malah mendeklarasikan Anis Baswedan sebagai capres. Puncaknya, Amien Rais juga menyatakan siap jadi capres 2019," ujar dia.
Ketiga, Rangkuti melanjutkan, langkah Prabowo dinilai semakin sulit karena tak ada tokoh yang ulung melakulan lobi-lobi politik. "Pernyataan-pernyataan mereka di publik menyerang Jokowi malah membuat simpati publik meningkat, elektabilitas Prabowo stagnan," ujar dia.
Baca juga: Muhaimin: Amien Rais Lebih Berpeluang Jadi Capres dari Prabowo
Untuk itu, ujar Rangkuti, Gerindra harus mengambil alih kembali kepemimpinan koalisi jika benar-benar ingin mengusung Prabowo Subianto. "Mereka harus mencari isu yang memang dapat menaikkan simpati dan elektabilitas. Elektabilitas Prabowo stagnan karena publik butuh isu dan tentu saja figur lain," ujar Rangkuti.
Amien Rais mengungkapkan rencananya maju sebagai calon presiden 2019 saat
berkumpul di rumah dinas Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk buka puasa bersama pada Sabtu lalu. Pencapresan itu rencananya akan disampaikan secara resmi lewat rapat kerja nasional (Rakernas) PAN.
Baca juga: PDIP Menunggu Manuver Amien Rais Soal Ganti Presiden 2019
"PAN lewat Rakernas yang dipimpin Pak Zul tidak akan berlebihan. Jadi kita akan mencapreskan tokoh-tokoh partai sendiri. Pertama Zul, kedua Sutrisno, ketiga Hatta, keempat mbah Amien Rais," kata Amien di kediaman Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu, 9 Juni 2018.
Amien Rais menilai dirinya sedikit layak menjadi capres. Ia mengaku terinspirasi oleh Mahathir Mohamad yang terpilih menggantikan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Mahathir menjabat di saat usianya sudah 92 tahun. "Mbah Amien Rais ini walaupun tua enggak apa-apa. Begitu Mahathir jadi saya jadi remaja lagi sekarang," ujar politikus berusia 74 tahun ini.