TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean berencana mengajukan permohonan uji materi (judicial review) terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami melakukan upaya hukum untuk menggugat presidential threshold 20 persen ke MK. Dalam waktu dekat, kami akan mengajukan judicial review terkait dengan UU Pemilu," kata Ferdinand melalui pesan kepada Tempo pada Ahad, 10 Juni 2018.
Baca: Gerindra: Pertemuan Prabowo dan SBY Digelar Setelah Lebaran
Menurut Ferdinand, permohonan uji materi itu merupakan bagian dari upaya Partai Demokrat membentuk poros baru dalam pemilihan presiden 2019. Dalam uji materi itu, pihaknya akan meminta ambang batas syarat pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat dihapus. Ia menilai aturan itu inkonstitusional.
Aturan ambang batas pencalonan presiden ini tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal itu disebutkan partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20 persen suara di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilihan Umum 2014 untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Baca: SBY Sebut Kesenjangan Sosial Ekonomi Makin Tinggi Saat Ini
Ferdinand menuturkan permohonan uji materi itu akan dilakukan dalam waktu dekat. Upaya hukum itu, kata dia, tak terlepas dari rencana partainya membentuk poros baru dalam pilpres 2019 yang dinamakan Koalisi Kerakyatan.
Upaya uji materi ini ditempuh selain pendekatan ke sejumlah partai politik. "Itu juga bagian dari upaya kami membuka peluang poros baru dengan capres baru," ujarnya.
Ferdinand belum merinci apa saja argumen yang disiapkan dalam permohonan uji materi itu. Permohonan uji materi serupa sebelumnya pernah diajukan sejumlah pihak. Yang terakhir adalah permohonan uji materi yang diajukan oleh Partai Islam Damai dan Aman (Idaman), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Mahkamah Konstitusi sejauh ini menolak semua permohonan uji materi tentang presidential threshold tersebut.