TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira mempertanyakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Kedua kepala daerah tersebut merupakan kader PDIP.
Andreas menyebut OTT KPK itu aneh. Sebab, KPK tak berhasil menangkap mereka dalam OTT dan justru meminta keduanya menyerahkan diri kepada KPK. "Aneh aja, lucu, kesannya jadi tidak profesional. Harusnya ditangkap lah," kata Andreas kepada Tempo pada Sabtu, 9 Juni 2018.
Baca: Tanggapi Tudingan OTT Gaya Baru, KPK: Debatnya di Pengadilan Saja
Samanhudi dan Syahri menjadi target KPK dalam OTT yang berlangsung sejak Rabu, 6 Juni 2018. Namun KPK tak berhasil menemukan keduanya saat OTT itu. KPK kemudian meminta Samanhudi dan Syahri menyerahkan diri.
Andreas juga mencatat ada sejumlah keanehan dalam OTT KPK belakangan ini. Menurut dia, beberapa OTT KPK dilakukan tanpa bukti yang kuat.
Baca: Kronologis OTT KPK di Blitar dan Tulungagung
Ia merujuk pada kasus OTT calon gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae, OTT Bupati Bandung Barat Abubakar yang penangkapannya ditunda, dan OTT terhadap Samanhudi dan Syahri. "Setiap kali reses ke NTT orang-orang pada nanya, itu bener enggak sih penangkapan Pak Marianus," kata Andreas.
Samanhudi dan Syahri menjadi tersangka dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di Blitar dan Tulungagung. Samanhudi diduga menerima uang fee sebesar Rp 1,5 miliar dari pengusaha Susilo Prabowo terkait proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak sebesar Rp 23 miliar.
Sedangkan, Syahri diduga menerima uang Rp 2,5 miliar sebagai fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung. KPK menduga fee tersebut juga berasal dari Susilo Prabowo.
Baca: PDIP Pantau Perkembangan Wali Kota Blitar dan Bupati Tulungagung