TEMPO.CO, Yogyakarta - Juru bicara Universitas Gadjah atau UGM Mada Iva Ariani mengatakan, dua dosen yang direkomendasikan untuk dinonaktifkan diduga terlibat gerakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang telah dilarang pemerintah.
Keduanya adalah dosen Fakultas Teknik UGM. “Diduga menolak Pancasila dan diduga aktif menjadi anggota HTI,” kata Jumat malam, 8 Juni 2018.
Baca: UGM Melibatkan Para Dosen untuk Tangkal Maraknya Radikalisme
Menurut Iva, mereka pegawai negeri sipil. Tapi, dia belum bersedia menyebut nama dan mengajar di jurusan apa. Bahkan, Iva menolak ketika diminta menyebutkan inisial nama kedua dosen tersebut.
“Untuk sementara (mereka) dinonaktifkan selama proses di Dewan Kehormatan Universitas (DKU). Hasil dari DKU menjadi rekomendasi untuk keputusan selanjutnya,” ujarnya.
HTI memperjuangkan bentuk pemerintahan khilafah dan menentang sistem demokrasi dan Pancasila. Pemerintah telah melarang gerakan ini.
Simak: Sultan HB X: Yogyakarta Harus Cegah Bibit Radikalisme di Kampus
Dosen senior UGM Bagas Pujilaksono Widyakanigara mengomentari perkembangan radikalisme di kampus dalam blognya. Tulisan itu juga beredar di grup-grup Whatsapp.
Menurut dia, UGM tidak akan pernah membiarkan kampus diacak-acak oleh perilaku radikalis. Dia menyatakan diberi kesempatan bicara sebebas-bebasnya soal radikalisme di kampus UGM dengan fakta-fakta yang dimilikinya.
"Faktanya memang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan banyak pihak," tulisnya. "Dan pimpinan-pimpinan UGM menjelaskan langkah-langkah yang sudah ditempuh saat ini dan sedang dalam proses."
Dia menyebut pertemuan bersejarah antara dirinya dengan seluruh pimpinan UGM hari ini, Jumat, 8 Juni 2018, sekitar pukul 16.00 WIB hingga 17.15, di Gedung Pusat. Acara itu untuk menyamakan persepsi dalam melihat fenomena radikalisme di UGM.
Menurut Bagas Pujilaksono Widyakanigara, ada perbedaan cara pandung antara dia dan petinggi universitas dalam memilih pendekatan penyelesaian masalah radikalisme di UGM.
“Namun, dengan seringnya intensitas pembicaraan masalah radikalisme di UGM di antara kita, mungkin akan bisa menyamakan persepsi dan menciptakan sinergisitas yang produktif,” demikian dia menuliskan.
Tulisan Bagas tadi lanjutan dari tulisannya sebelumnya agar pemahaman publik luas dan utuh melihat UGM. Dengan dimikian publik akan mengetahui bahwa dia dan para pemimpin UGM mempunyai itikad baik dalam memberantas radikalisme di kampus.