TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan delik pidana khusus dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tak perlu diperdebatkan. Menurut dia, aturan tersebut malah akan memperkuat UU tindak pidana khusus yang telah ada.
"Badannya masih tetap, proses peradilan tetap, dan tidak diubah. Malah diperkuat," ujar Wiranto kepada awak media di kantornya pada Rabu, 6 Juni 2018.
Salah satu delik khusus dalam RKUHP ini adalah delik korupsi. Pasal mengenai tindak pidana korupsi ini menuai kritik banyak pihak. Mereka menilai delik ini dapat melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca: Wiranto Akan Panggil KPK Soal Delik Korupsi RKUHP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sampai melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo, Kementerian Hukum dan HAM, dan DPR. Surat itu berisi penolakan masuknya pasal tipikor dalam RKUHP.
Wiranto menjelaskan masuknya delik-delik khusus yang salah satunya pasal tipikor, hanya akan mengatur hal pokok. Untuk hal-hal khusus, kata dia, akan tetap berpegang pada UU yang telah ada. "Ini mengatur lex generalis, hanya hal pokok. Lex spesialis-nya tetap pada UU yang sudah ada seperti UU Tipikor," kata dia.
Baca: Tim Perancang: KUHP Diusulkan Diperbarui Sejak 1963
Selain itu, kata Wiranto, pasal tipikor dalam RKUHP ini tidak akan melemahkan kegiatan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut dia, masuknya delik pidana khusus seperti korupsi dalam KUHP hanya sebagai pelengkap aturan. "Nah sangkaan orang kalau sudah masuk RUU KUHP, UU khusus yang mengatur tindak pidana khusus itu mandul, habis, tidak berlaku. Padahal tidak seperti itu," ujarnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly juga menegaskan adanya delik korupsi dalam RKUHP tak membuat UU Tipikor menjadi tak berlaku. "Ya iya pasti, 100 persen (tetap berlaku)," kata dia di Kemenko Polhukam.
Baca: Jokowi Janji Akan Pertimbangkan Masukan KPK Soal RKUHP