TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan 12 saksi dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau korupsi e-KTP. Ke-12 saksi tersebut berasal dari unsur legislatif, pemerintahan, dan swasta.
"Mereka diagendakan hari ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IHP (Irvanto Hendra Pambudi) dan MOM (Made Oka Masagung)," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Juni 2018.
Baca: KPK Periksa 7 Anggota DPR 2009-2014 Terkait Aliran Duit E-KTP
Mereka adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos beserta anaknya, Catherine Tannos; Direktur Utama PT Karsa Wira Utama Winata Cahyadi; mantan Dirut PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Dirut PT Trisakti Mustika Graphika She Ming Mintardja Wiliusa. KPK juga memeriksa Direktur PT Data Aksara Matra Aditya Riyadi Soeroso, serta Melyanawati dan Lina Rawung dari pihak swasta.
Selain itu, KPK memanggil Gubernur Sulawesi Utara sekaligus politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Olly Dondokambey dan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Tamsil Linrung. Keduanya adalah mantan Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. KPK juga memeriksa mantan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Iman Bastari dan Auditor Madya BPKP Mahmud Toha Siregar.
Baca: KPK Perpanjang Masa Penahanan Keponakan Setya Novanto
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Irvanto sebagai tersangka. Ia disangka mengikuti dan mengetahui proses pengadaan e-KTP sejak awal. Dia juga diduga mengetahui adanya permintaan imbalan sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP di DPR. Dalam sejumlah persidangan, Irvanto menyebut sejumlah aliran dana uang e-KTP ke anggota DPR.
Selain itu, KPK menyangka Made Oka Masagung berperan menampung uang korupsi e-KTP di rekeningnya dari sejumlah pihak yang mengerjakan proyek pengadaan e-KTP milik Kementerian Dalam Negeri. Nilainya sebesar US$ 6 juta.