TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan penyidik berpotensi menetapkan dua saksi kasus terorisme di Universitas Riau sebagai tersangka. “Tapi penyidik memerlukan bukti-bukti lain untuk menjerat dua saksi ini ketika akan dinaikkan sebagai tersangka,” kata Iqbal di Markas Besar Polri, Senin, 4 Juni 2018.
Dua saksi itu adalah RB dan OS, yang merupakan rekan tersangka Muhammad Nur Zamzam alias Zamzam alias Jack. Ketiga alumnus Universitas Riau ini ditangkap di gedung Gelanggang Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Sabtu pekan lalu. Polisi kemudian menetapkan Zamzam sebagai tersangka, sedangkan RB dan OS masih berstatus saksi. Dalam pemeriksaan, ketiganya mengaku berniat meledakkan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau dan gedung DPR RI.
Baca: Polisi: Terduga Teroris Pilih Kampus Universitas Riau karena Aman
Dari penggeledahan di gedung Gelanggang Mahasiswa, polisi menyita 2 buah bom pipa yang sudah jadi, 2 buah busur dan 8 buah anak panah, 1 buah senapan angin, 1 video tentang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), serta beberapa buku teknik merakit bom dan bertahan hidup. Polisi juga menemukan bahan peledak triacetone triperoxide (TATP) yang sudah jadi serta bahan peledak lain, seperti pupuk KNO3, sulfur, gula, dan arang.
Iqbal menyebutkan, kepolisian akan menelusuri aliran dana Zamzam dan keterkaitannya dengan kelompok Jamaah Ansharud Daulah serta penyerang markas Kepolisian Daerah Riau. Polisi juga akan menyelidiki asal bahan pembuat bom ataupun pemesannya. “Pasti kami telusuri. Tim itu bercabang-cabang dan ada sub-tim yang akan menyelidiki bidang anggaran,” ujarnya.
Baca: Penangkapan di Universitas Riau dan Radikalisme di Kampus
Pengamat terorisme Al Chaidar menyebutkan paham radikalisme dan terorisme sudah lama merasuki lingkungan kampus. Infiltrasi ini, menurut dia, makin intensif sejak ISIS dideklarasikan pada 2013. “Mereka mendeklarasikannya di mana-mana, termasuk di kampus-kampus,” ujar Al Chaidar ketika dihubungi, Senin, 4 Juni 2018.
Meski begitu, Al Chaidar berujar, jumlah mahasiswa yang terlibat dalam paham radikal dan terorisme tidak terlalu banyak. Berdasarkan penelitiannya, baru ada delapan mahasiswa yang terlibat dan terbukti secara langsung selama kurun 2000-2018. “Itu juga tidak ada dari kampus terkenal, yang bagus-bagus tak ada,” ucapnya.
Baca: Begini Kedekatan Terduga Teroris di Universitas Riau dengan JAD
Menurut Al Chaidar, pemerintah belum perlu meningkatkan pengawasan di lingkungan kampus. Sebab, kampus telah memiliki mekanisme perlindungan diri terhadap ajaran terorisme. Dia mencontohkan munculnya gerakan mahasiswa menolak paham radikal di berbagai kampus. “Daya kritis itu sebagai autoimun.”
SYAFIUL HADI