TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi pejabat negara yang melaporkan gratifikasi paling banyak sampai 4 Juni 2018, yaitu sebesar Rp 58 miliar.
"Pelapor dengan total nilai gratifikasi milik negara terbesar adalah Presiden Jokowi senilai Rp 58 miliar sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Senin, 5 Juni 2018.
Baca juga: Sandiaga Uno Peringkat Kelima Pelapor Gratifikasi KPK Terbanyak
Selanjutnya, ada Wakil Presiden Jusuf Kalla senilai Rp 40 miliar, pegawai pemerintah Provinsi DKI Jakarta Rp 9,8 miliar, direktur jenderal salah satu kementerian Rp 5,2 miliar serta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, Rp 3,9 miliar.
"Sampai dengan 4 Juni 2018, total penerimaan laporan gratifikasi sebanyak 795 laporan," ucap Giri.
Baca juga: Dapat Lukisan dari Pasien Gangguan Jiwa, Anies Baswedan Lapor KPK
Dari 795 laporan tersebut, 534 laporan atau 67 persen dinyatakan milik negara 15 laporan atau 2 persen milik penerima, dan 31 persen sisanya surat apresiasi, sehingga masuk dalam kategori negative list.
Total status kepemilikan gratifikasi yang menjadi milik negara sebesar Rp 6,203 miliar dengan rinciannya Rp 5,449 miliar dalam bentuk uang dan Rp 753,791 juta berbentuk barang.
"Instansi yang paling besar nilai laporan gratifikasinya adalah Kementerian Keuangan, yaitu Rp 2,8 miliar. Selanjutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 197 juta; Kementerian Kesehatan Rp 64,3 juta; Otoritas Jasa Keuangan Rp 47,5 juta; dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Rp 44,1 juta," ujar Giri.
Baca juga: Agus Rahardjo: Kenapa Sejak Awal Kita Tak Menolak Gratifikasi?
Penyelenggara negara pelapor gratifikasi dengan frekuensi laporan terbanyak, penetapan milik negara terbanyak, dan nilai gratifikasi terbanyak selama Januari 2015-4 Juni 2018 adalah Kementerian Agama dengan 59 laporan, Kementerian Perhubungan (58), Kementerian Kesehatan (50), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (45), dan Kementerian Agama (38).
Gratifikasi, menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
Baca juga: 1.685 Laporan Gratifikasi ke KPK, Negara Terima Rp 114 Miliar
Mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.