TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Agama DPR Sodik Mudjahid menyayangkan putusan hakim yang menetapkan aset perusahaan perjalanan haji dan umrah First Travel diserahkan kepada negara, setelah terbukti melakukan tindak penipuan kepada para jemaah umrah.
Hakim sebelumnya menolak tuntutan jaksa yang meminta agar aset tersebut dikembalikan kepada jemaah. Majelis hakim yang dipimpin Subandi mengaku kesulitan menentukan siapa pihak yang berhak menerima aset dari First Travel untuk dikembalikan ke jemaah korban penipuan umrah.
Baca: Divonis Bersalah, Suami-Istri Bos First Travel Ajukan Banding
"Ya harus ada proses dan mekanisme lanjutan yang bisa membuat uang jemaah kembali atau mereka berangkat ke Tanah Suci," ujar Sodik pada Minggu, 3 Juni 2018.
Dia mengungkapkan pemerintah seharusnya bisa merasakan penderitaan para jemaah yang tertipu oleh bos perushaan travel tersebut. "Banyak jamaah yang mungkin masih awam hukum dan mengumpulkan uang dengan susah payah. Mereka tidak peduli dengan berapa tahun bos First Travel dihukum, yang penting mereka bisa berangkat," ujar Sodik.
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta pun mengemukakan hal senada. Dia menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menyerahkan barang sitaan dari First Travel ke negara tidak tepat. “Lebih tepat kalau hakim putuskan dikembalikan kepada korban,” ujarnya.
Baca: Kasus First Travel, Aset Disita hingga Hukuman 20 Tahun Penjara
Jumlah kerugian masing-masing calon jamaah First Travel memang berbeda-beda. Untuk itu, menurut dia, teknis pembagian dan penentuan nilai besaran sebaiknya dimusyawarahkan oleh para korban. “Bentuk sendiri panitia penyelesaian,” ujar Gandjar.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga berpendapat sama. Menurut dia, barang bukti dalam perkara pidana seharusnya dikembalikan kepada pihak yang berhak. Dalam kasus First Travel, kata Fickar, pihak yang berhak menerima barang sitaan ialah para korban.