TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat bidang hukum tata negara Refly Harun mengatakan keputusan akhir ihwal pelanggaran administrasi partai pemilu merupakan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menyampaikan hal itu menanngapi soal kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan Partai Solitaritas Indonesia (PSI).
"Pelanggaran administrasi memang kewenangan KPU, sementara Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) mengkaji laporan dan penyelesaian sengketa pemilu," ujar Refly saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 2 Juni 2018.
Baca: Bawaslu Akan Ambil Langkah Terhadap KPU Pasca-SP3 Kasus PSI
Perdebatan antara Bawaslu dan KPU ihwal kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu PSI masih berlanjut. Bawaslu menilai KPU tak konsisten dalam memberikan keterangan soal kasus itu kepada penyidik Badan Reserse Kriminal Polri, sehingga kasus yang diajukan itu dihentikan.
Kasus ini bermula saat PSI yang diduga mencuri start kampanye karena memasang iklan di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018. Iklan peserta pemilu 2019 baru boleh dipasang pada 23 September 2018. Sedangkan untuk kampanye peserta pemilu di media massa diberi waktu 21 hari sebelum masa tenang.
Iklan PSI dianggap melanggar lantaran memasang lambang dan nomor urut sebagai peserta pemilu 2019, yang dianggap sebagai citra diri partai. PSI memasang iklan tersebut untuk menampilkan polling alternatif calon wakil presiden dan kabinet menteri bagi Presiden Joko Widodo untuk pemilu tahun depan.
Baca: KPU Bantah Dianggap Tak Konsisten soal Penyidikan Iklan PSI
Menurut anggota Bawaslu Ratna Dewi, saat memberikan keterangan dalam proses penyelidikan di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengungkapkan iklan PSI masuk kategori pelanggaran iklan di luar jadwal. Wahyu saat itu berpegang pada Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu 2019.
Dalam PKPU tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan kampanye melalui iklan media massa cetak dan elektronik pada 24 Maret-13 April 2019. Mengacu atas dasar tersebut, maka iklan PSI di Jawa Pos edisi 23 April 2018 dapat dikategorikan sebagai kampanye di luar jadwal. Hal itu yang kemudian memicu perdebatan Bawaslu dan KPU.
Terkait perdebatan menyangkut kasus PSI itu, menurut Refly Harun, hal itu sah-sah saja asalkan tetap mematuhi aturan yang ada. “Keduanya kan sudah memiliki peran masing-masing,” ujar pakar hukum yang disertasi-nya berjudul Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Indonesia ini.
IMAM HAMDI