TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan pihaknya telah meminta informasi awal soal warga negara Indonesia yang akan dideportasi oleh pemerintah Turki. Ia juga deportasi WNI dilakukan dengan penerbangan langsung dari Turki menuju Indonesia.
"Kedua saya minta direct flight, jangan pakai transit-transit, kalau transit bisa hilang dia, kalau direct flight bisa saya jemput di sini di mana pun akan turun itu kami monitoring mereka," kata Suhardi Alius di Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis, 31 Mei 2018.
Baca: Peneliti Menilai Program Deradikalisasi BNPT Perlu Diubah
Banyaknya WNI, mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yang ingin kembali ke Indonesia menjadi alasan. BNPT, kata Suhardi, sudah mencatat ada ratusan mantan anggota ISIS yang kembali ke Indonesia. Suhardi mengatakan BNPT telah memantau pergerakan mantan anggota ISIS yang kini berada di Indonesia.
Sejak 2013, terdapat 671 warga Indonesia yang terdeteksi berangkat ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS. Mereka memanfaatkan Turki sebagai negara transit sebelum menyusup masuk ke wilayah Suriah.
Kekalahan ISIS di Suriah menyebabkan sebagian dari mereka kembali ke Indonesia. Ada pula yang pulang sebelum sempat masuk ke Suriah. Mereka tertangkap pemerintah Turki dan dipulangkan ke Indonesia.
Baca: Mantan Kepala BNPT: Ada Anggota Pansus Tak Paham UU Terorisme
Berdasarkan catatan kepolisian, terdapat sekitar 84 mantan anggota ISIS di Suriah yang pulang ke Indonesia. Mereka terdiri atas 68 pria dan 16 perempuan. Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris, sebelumnya, menjelaskan pengawasan terhadap mereka sulit dilakukan lantaran sebagian bersembunyi. “Pengawasan agak lemah karena tidak terdeteksi, kecuali setelah beraksi,” kata Irfan, pertengahan Mei lalu.
Suhardi mengatakan BNPT terus memantau melalui satuan wilayah yang terdiri atas kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah. Menurut dia, semua WNI yang berangkat ke daerah-daerah konflik harus diperhatikan. "Karena tidak mungkin punya janji-janji, kenapa mesti ke daerah konflik dan sebagainya," kata Suhardi.