TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima perwakilan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 31 Mei 2018. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tak terlihat mendampingi Jokowi.
Jokowi hanya didampingi segelintir orang. Mereka antara lain Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki, Staf Khusus Presiden Adita Irawati, dan juru bicara Presiden, Johan Budi.
Baca: Jokowi Akan Temui Peserta Kamisan, Suciwati: Jangan di Istana
Johan mengatakan pertemuan itu memang tak melibatkan menteri karena Jokowi ingin lebih banyak mendengar dari sisi keluarga korban. "Pertemuan lebih banyak Presiden ingin dengar dulu. Kan presiden belum tahu detil. Tentu dengan pertemuan cukup singkat tidak bisa dijelaskan detil," katanya.
Setelah pertemuan, ujar Johan, Jokowi akan mendengar perkembangan penyelesaian kasus pelanggaran HAM dari Wiranto dan Jaksa Agung Prasetyo. Keduanya diminta berkoordinasi dengan Komisi Nasional HAM untuk menangani kasus tersebut.
Simak: 20 Tahun Reformasi, JSKK Terus Gelar Aksi Kamisan ke-538
Kepada perwakilan keluarga korban, Jokowi mengizinkan mereka untuk mengontak Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko jika ingin bertanya soal perkembangan kasus setiap harinya. "Tadi, disampaikan juga kalau, misalnya, ingin menanyakan day by day perkembangan, bisa tanya ke Pak Moeldoko," tutur Johan.
Sebelum pertemuan, Wiranto masih berada di Istana Negara. Dia menghadiri pelantikan Yahya Cholil Staquf sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Namun, setelah acara, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia itu langsung berangkat meninggalkan Istana. "Saya ada tugas lain," ujarnya.
Lihat: Jokowi Agendakan Pertemuan dengan Peserta Aksi Kamisan Besok
Pertemuan Jokowi dengan para keluarga korban merupakan yang pertama kali dalam empat tahun kepemimpinannya. Menurut Johan, Presiden sudah dua kali sempat ingin bertemu dengan mereka, tapi batal.
Para keluarga korban sudah lama berharap bisa bertemu langsung kepala negara. Setiap Kamis, mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka menyampaikan tuntutan agar kasus pelanggaran HAM berat diakui negara. Di Kamisan ke-540 kali inilah akhirnya mereka bertemu.