TEMPO.CO, Bandung - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan petani kopi di Indonesia memiliki kelemahan dalam mengelola potensi sektor hilir komoditas kopi. Ia mencatat ada lima masalah utama yang dialami para petani kopi di Gunung Puntang. Di antaranya, masalah status kepemilikan tanah yang notabene merupakan milik Perum Perhutani, manajemen, modal, dan pemasaran.
Menurut Moeldoko, masalah modal memang kerap membuat petani kelabakan menutupi biaya produksi penanaman kopi. Ia berujar petani kopi di Gunung Puntang masih belum memiliki gabungan kelompok tani (Gapoktan) dan hanya sebatas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Hasilnya, menurut dia, tidak sedikit petani yang mengalami kerugian karena termakan praktek ijon yang diterapkan oleh tengkulak.
Baca: Gebrakan Moeldoko, Jadikan KSP Jembatan Komunikasi Kementerian
Moeldoko berpendapat ketika modal untuk biaya perawatan termasuk pupuk tersendat membuat kualitas kopi yang dihasilkan tidak maksimal. "Kelemahannya masyarakat kita ini kan masih LMDH, dan tidak membentuk Gapoktan. Sedangkan, semua subsidi yang diberikan Kementerian Pertanian melalui usulan dari Gapoktan," kata Moeldoko saat berkunjung ke perkebunan kopi di kawasan Gunung Puntang, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa, 29 Mei 2018.
Kata Moeldoko, potensi kopi Gunung Puntang sangat besar. Apalagi, pada 2016, Moeldoko mencatat kopi Puntang berhasil menjadi kopi terbaik dengan skor mencapai 86,25. Hal ini dibenarkan Ayi Suteja, salah satu petani kopi Gunung Puntang. "Waktu itu kita mendapat skor terbaik saat mengikuti lomba yang diadakan oleh SCAA (Specialty Coffee Assosiation of Amerrica)," kata Ayi Suteja.
Melihat potensi kopi yang cukup besar, Moeldoko, yang juga mantan Panglima TNI itu, mengaku berkeinginan lebih jauh memperdalam dunia perkopian. "Sepulang dari sini saya akan ketemu dengan para ahli kopi, para profesor yang bisa mengembangkan tentang kopi," ujar Moeldoko di sela kunjungannya itu.