TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mengatakan masih menyelidiki orang yang memesan iklan Partai Hanura di media online. "Divisi pengawasan Bawaslu yang mencari," kata Kepala Bagian Temuan dan Laporan Bawaslu Yusti Erlina, di Jakarta, Selasa, 29 Mei 2018.
Hanura memasang iklan yang memuat logo dan nomor urut partai yang dianggap sebagai citra diri peserta pemilu 2019 di media online, tiga pekan lalu. Iklan itu diduga melanggar aturan pidana pemilu karena dianggap berkampanye di luar jadwal yang ditentukan.
Baca: Bawaslu Sebut Tak Mungkin Cabut Laporan ...
Masa kampanye Pemilu 2019 dimulai pada 23 September 2018. Sedangkan iklan di media massa diberi waktu selama 21 hari, sebelum masa tenang.
Yusti mengatakan proses iklan Hanura dikaji karena bakal mengacu pada penanganan dugaan pelanggaran pidana iklan Partai Solidaritas Indonesia di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018. Bawaslu, kata dia, masih melihat proses penyidikan dugaan pelanggaran PSI yang telah diteruskan dan masih berproses di Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. "Nanti akan berdampak pada proses Hanura yang akan ditangani."
Selain itu, menurut dia, proses penanganan iklan Hanura berbeda dengan PSI, karena dimuat media dalam jaringan atau internet. Sedangkan, PSI di media cetak. "Prosesnya nanti apakah melibatkan cyber crime (polisi) atau tidak. Karena kan pemasangan (di internet) tidak semudah kami melihat di media cetak."
Baca: PSI Laporkan Ketua Bawaslu ke Ombudsman
Bawaslu juga masih membutuhkan keterangan Komisi Pemilihan Umum dan ahli mengenai iklan di media online. Proses di sentra penegakan hukum terpadu bersama kepolisian dan kejaksaan disesuaikan dengan aturan KPU. "Kami tidak mau kerja sia-sia menangani sesuatu yang tidak secara jelas perdebatannya."
Bawaslu, kata dia, sudah melihat dugaan kampanye di media online melalui internet. Namun, pelanggaran yang diduga sudah masuk kategori kampanye di luar jadwal atau tidak masih perlu didiskusikan lagi dengan KPU. "Masih didiskusikan lagi antar lembaga."
Baca:
Kampanye di luar jadwal merupakan pelanggaran pidana. Hal itu tertuang di pasal 492 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Hukuman bagi yang sengaja berkampanye di luar jadwal adalah pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Mengacu pada pasal 1 ayat 35 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, definisi kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. "Iklan di media yang berkaitan dengan ketentuan masa 21 hari itu, dianggap Bawaslu kampanye di luar jadwal."